Kontras.id (Gorontalo) – Kecewa dengan tindakan oknum aparat yang refresif terhadap sejumlah wartawan saat peliputan demo penolakan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu, Aliansi Wartawan -Jurnalis Gorontalo melakukan aksi damai di depan Polda Gorontalo, Kamis 15/10/2020.
Sayangnya, Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Akhmad Wiyagus dan Wakapolda Gorontalo yang ingin ditemui massa aksi menolak untuk ditemui.
Padahal tujuan Aliansi Wartawan-Jurnalis Gorontalo adalah meminta kepada Kapolda untuk dapat menata aparatnya dalam menjalankan UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Koordinator lapangan, Helmi Rasyid mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Kapolda maupun Wakapolda Gorontalo yang bungkam terhadap sikap anak buahnya yang refresif terhadap sejumlah wartawan.
“Keberadaan Kapolda maupun Wakapolda sangat penting untuk menunjukkan sikapnya, peduli terhadap kebebasan pers di Indonesia khususnya di Gorontalo,” tegas Helmi.
“Ketika ada rilis-rilis tentang Kapolda, kami dikirim diminta untuk dimuat. Sementara ketika kita ingin bertemu langsung di hadapan Kapolda, baik Kapolda maupun Wakapolda tidak ada yang bersedia untuk berbicara dihadapan kami,” sambung Helmi.
Helmi menjelaskan, tujuan Aliansi Wartawan-Jurnalis Gorontalo melakukan aksi damai di depan Polda Gorontalo sebagai bentuk simpati terhadap kebebasan pers di Gorontalo. Apalagi upaya Polri dalam menjadikan pers sebagai mitra tidak tercapai sepenuhnya.
“Terbukti bahwa hari ini, Kapolda maupun Wakapolda tidak berada dibarisan depan massa. Ini ada apa? Kenapa Kapolda sangat anti terhadap wartawan?,” tanya Helmi.
Dalam aksi itu, ada enam tuntutan yang dibawa Aliansi Wartawan-Jurnalis Gorontalo. Diantaranya mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian kepada para jurnalis yang sedang meliput aksi penolakan undang-undang cipta kerja.
“Meminta kepada kepolisian polda gorontalo untuk belajar lagi tentang undang-undang pers. Mengutuk keras perampasan fasilitas peliputan milik wartawan saat aksi penolakan undang-undang cipta kerja. Meminta Kapolda Gorontalo menindak tegas aparat kepolisian yang melakukan kekerasan, intimidasi dan perampasan alat peliputan wartawan,” kata Helmi.
“Memboikot liputan di Polda Gorontalo jika tuntutan kami tidak dipenuhi. Meminta kepolisian dan pihak-pihak yang keberatan dengan kerja jurnalistik untuk menempuh mekanisme dewan pers sehingga tidak seenaknya mengatakan hoax terhadap produk jurnalistik,” harap Helmi.
Dalam aksi ini, massa mengambil start dari Bundaran Saronde Kota Gorontalo, kemudian menuju Polda Gorontalo dengan menggunakan kendaraan masing-masing. Setibanya di Polda Gorontalo, seluruh wartawan-jurnalis menelatakkan ID Card mereka di depan pintu gerbang dan menaburkan bunga.
“Taburan bunga ini sebagai bentuk bahwa kebebasan pers kami telah mati,” tandas Helmi.
Penulis : Sarjan Lahay
Redaktur : Rollink Djafar