Kontras.id (Gorut) – Para aktivis yang mengatas namakan diri Aktivis Suara Parlemen Jalanan Gorontalo Utara temui Ketua DPRD Gorut Jafar Ismail, Guna mengklarifikasi soal isu intervensi Anggota DPRD tentang poryek Pokok Pikiran (POKIR), Kamis 07/01/2021.
Para aktivis yang dipimpin Tutun Suaib, diterima langsung oleh Ketua DPRD, Jafar Ismail di ruang kerjanya. Turut hadir Wakil Ketua II, Aleg praksi PKS dan seluruh Anggota Fraksi PDIP.
“Tujuan kami temui Ketua DPRD, untuk meminta penjelasan terkait isu yang saat ini menjadi konsumsi masyarakat. Dimana bahwa Anggota DPRD melakukan intervensi langsung ke dinas terkait tentang realisasi pekerjaan POKIR,” terang Fain Gadang, salah satu Aktifis SPJ kepada Kontras.id.
Kata Fain, pihaknya akan mengawal dan mengawasi realisasi program pembangunan Gorontalo Utara di Tahun 2021, baik program eksekutif maupun program legislatif.
“Kami akan konsiten mengawasi dan mengawal program pembangunan Gorontalo Utara tahun 2021. Kami lakukan ini merupakan bagian dari social control terhadap dua lembaga Pemerintah Daerah ini,” tegas Fain Gadang.
Tutun Suaib menambahkan, kedatangan mereka ke DPRD juga mepertanyakan terkait kebenaran isu yang berkembang dimasyarakat, bahwa adanya jual beli proyek pada Aspirasi DPRD (POKIR).
“Terkait dengan persoalan aspirasi DPRD seperti pekerjaan konstruksi, berhembus diluar bahwa ada campur tangan oknum-oknum Aleg menginterfensi OPD dalam hal pekerjaan. Bahkan sudah berbicara masalah komitmen, dalam tanda kutip jual beli proyek. Maka kita ketemu ketua untuk mencari tau apakah ini isu benar atau tidak,” kata Tutun.
Ditempat yang sama, Ketua DPRD Gorut, Jafar Ismail menjelaskan, bahwa POKIR DPRD telah diatur dalam Permendagri No 86 tahun 2017. Ketika DPRD selasai melaksaankan reses, maka hasil reses semua anggota tersebut akan diparipurnakan oleh DPRD kemudian dokumennya disampaikan ke BAPEDA.
“Akan tetapi itu sudah menjadi usulan lembaga yang sifatnya resmi, karena di paripurnakan,” jelas Jafar.
Kata Ismail, jika telah ada Aleg yang menginterfensi pekerjaan secara langsung di dinas hal itu melanggar ketentuan, karena interpensi DPRD hanyalah dalam bentuk pengawasan.
“Kami DPRD hanya sebatas mengawasi saja, terkait teknis realisasi pekerjaan itu diserahkan kepada OPD terkait tidak ada campur tangan DPRD. Begitu juga persoalan proses pengadaan dan lain sebagainya, itu adalah kewenangan OPD kita tidak ikut campur. Tetapi mungkin calon penerimanya yang kita pastikan, harus tepat sasaran,” tutur Jafar.
“Wajib hukumnya DPRD menyampaikan pokok pikiran dalam bentuk aspirasi yang kita peroleh melalui reses. Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa terkait dengan Interfensi itu benar, akan tetapi hanya sebatas memastikan, kalau untuk teknis pekerjaan, pengadaan itu kewenangan OPD,” pungkas Jafar.
Penulis : M. Agus Lamatenggo
Editor : Anas Bau