Kontras.id, (Gorontalo) – Koalisi Masyarakat Gorontalo untuk Demokrasi menggelar aksi damai di area Lapangan Taruna Remaja Kota Gorontalo, Kamis 27/03/2025. Mereka dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Mereka menilai perubahan ini sebagai langkah mundur yang mengancam demokrasi, supremasi sipil, serta perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Menurut koalisi tersebut, pemisahan peran militer dan sipil merupakan pilar utama reformasi sejak 1998. Kontrol sipil atas militer menjadi prinsip dasar dalam memastikan kebijakan pertahanan dan keamanan tetap berada di bawah pengawasan institusi demokratis serta masyarakat. Namun, revisi UU TNI yang tengah dibahas justru memperlemah mekanisme pengawasan ini.
“Jika perubahan ini disahkan, ruang bagi impunitas semakin terbuka, membahayakan kebebasan sipil, serta mengancam demokrasi dan HAM di Indonesia,” tegas Arief Abbas, Humas Koalisi Masyarakat Gorontalo untuk Demokrasi dalam pernyataan resminya.
Selain mengancam demokrasi, mereka juga menyoroti dampak sosial dan ekologis dari revisi UU TNI. Keterlibatan militer dalam bisnis ekstraktif dinilai berpotensi memperparah ketimpangan sosial serta krisis lingkungan.
“Sejarah menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam sektor ekstraktif sering kali berujung pada perampasan tanah, penggusuran paksa, serta kriminalisasi terhadap petani dan aktivis lingkungan,” ungkap Arief.
Menurut mereka, dengan semakin luasnya keterlibatan militer dalam proyek strategis, eksploitasi sumber daya alam dapat berlangsung tanpa akuntabilitas yang jelas. Akibatnya, konflik agraria semakin mendalam, dan kehancuran lingkungan semakin cepat terjadi.
Tak hanya itu, dampak dari revisi UU TNI juga berpotensi meningkatkan kekerasan terhadap kelompok rentan, terutama perempuan. Di wilayah yang kaya sumber daya alam serta daerah konflik, kehadiran militer sering kali diiringi dengan meningkatnya kasus pelecehan, kekerasan seksual, serta intimidasi terhadap perempuan.
“Masuknya militer di ranah sipil hanya akan memperkuat budaya kekerasan dan impunitas. Ruang aman bagi perempuan semakin sempit dalam memperjuangkan hak-haknya,” kata Arief.
Selain itu, kebebasan akademik dan ruang demokrasi juga terancam. Akademisi serta mahasiswa yang meneliti isu sensitif seperti pelanggaran HAM dan eksploitasi sumber daya alam bisa semakin rentan terhadap tekanan serta represi.
“Ruang akademik yang seharusnya menjadi tempat berpikir kritis dapat berubah menjadi ajang sensor dan pembungkaman,” ujar Arief.
Jurnalis dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengadvokasi hak-hak kelompok rentan juga semakin terancam dengan dalih stabilitas dan keamanan nasional. Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan revisi UU TNI.
“Tegakkan Supremasi Sipil!, Hapuskan Komando Teritorial!, Kembalikan TNI ke Barak!, Stop Order Undang-Undang!,” tegas Arief.
Koalisi ini juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk terus mengawasi dan menolak segala bentuk militerisasi ruang sipil yang berpotensi membahayakan hak-hak rakyat serta masa depan demokrasi di Indonesia.
“Kami menyerukan kepada masyarakat sipil untuk terus mengawasi dan menolak segala bentuk militerisasi ruang sipil yang dapat membahayakan hak-hak rakyat dan masa depan demokrasi di Indonesia,” tandas Arief.