Kontras.id, (Gorontalo) – Kekhawatiran terhadap maraknya kekerasan dan intimidasi terhadap para aktivis di Gorontalo kian menyeruak ke permukaan.
Seruan evaluasi terhadap kinerja aparat penegak hukum pun semakin menggema, khususnya yang ditujukan kepada Polres Gorontalo.
Aktivis Manu’ut Ishak menilai, situasi saat ini sangat mengkhawatirkan dan tidak bisa terus dibiarkan.
“Situasi ini sudah sangat memprihatinkan dan tak bisa lagi dibiarkan,” tegas Man’ut kepada Kontras.id, Senin 19/05/2025.
Ia mengecam keras tindakan kekerasan fisik dan psikologis terhadap para aktivis yang dinilainya sebagai bentuk nyata perusakan atas nilai-nilai demokrasi.
“Ini bukan hanya serangan terhadap individu, tapi juga terhadap kebebasan berekspresi,” ujar Man’ut.
Baca Juga: Video Aktivis Gorontalo Dikeroyok Orang Tak Dikenal Beredar di Media Sosial
Baca Juga: Koordinator BEM Nusantara Gorontalo Diserang 4 Orang Tak Dikenal, Upaya Pembungkaman Kritik?
Menurut Man’ut, lemahnya respons dari aparat kepolisian membuat publik mulai meragukan keberpihakan mereka kepada masyarakat.
“Kita harus mempertanyakan, apakah polisi masih berdiri untuk rakyat?” kata mantan Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo ini.
Man’ut secara khusus menyebut Kasat Reskrim Polres Gorontalo sebagai pihak yang gagal dalam menjalankan tugas perlindungan terhadap warga.
“Alih-alih menindak pelaku, institusi penegak hukum justru seolah membiarkan kekerasan terjadi,” ungkap Man’ut.
Untuk itu, Man’ut mendesak agar Kapolda Gorontalo segera mencopot Kasat Reskrim sebagai bentuk evaluasi menyeluruh atas kinerja yang dinilai buruk.
“Ini bukan semata persoalan internal, ini soal kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” jelas Man’ut.
Baca Juga: Satu Lagi Aktivis Mahasiswa Gorontalo Penentang PETI Diserang Orang Tak Dikenal
Baca Juga: BEM Desak Polres Gorontalo Serius Tangani Kasus Penganiayaan Sejumlah Aktivis
Lebih jauh, mantan Presiden BEM Universitas Gorontalo ini juga menekankan pentingnya pengusutan menyeluruh terhadap seluruh insiden kekerasan yang menimpa aktivis.
“Proses hukum harus dilakukan secara transparan dan terbuka,” seru Man’ut.
Ia pun mengajak elemen masyarakat, organisasi sipil, dan media untuk bersatu melawan segala bentuk teror yang membungkam suara rakyat.
“Kami mengajak media dan organisasi sipil untuk melawan bersama,” tutur Man’ut.
Baca Juga: Kasus Teror Aktivis Masih Misteri, Pembentukan Satgas Anti Premanisme Disebut Pencitraan
Menurut Man’ut, jika aksi pembungkaman terhadap aktivis terus dibiarkan, maka demokrasi akan berada di ujung tanduk.
“Aktivis adalah suara nurani publik. Bila mereka dibungkam, maka kita semua dalam bahaya,” tandas Man’ut.