Kontras.id, (Gorontalo) – Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo, Man’uth Mustamir Ishak mengecam tindakan sejumlah Anggota Polres Gorontalo dalam menanganani mahasiswa Universitas Gorontalo (UG) saat menggelar unjuk rasa terkait kasus dugaan pungutan liar (Pungli) Kepala Desa (Kades) Pulubala, Kecamatan Pulubala di depan Polres Gorontalo, Senin 13 Mei 2024 kemarin.
Menurut Man’uth, tindakan yang dilakukan oleh sejumlah aparat kepolisian terhadap para mahasiswa saat menggelar demontrasi melanggar pasal 28 e UUD 1945 dan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat dimuka umum.
“BEM Provinsi Gorontalo mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian teerhadap masa aksi di polres Gorontalo. Ini merupakan merupakan tindakan pelanggaran terhadap pasal 28 e UUD 1945 dan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat dimuka umum,” tegas Man’uth melalui press release yang diterima Kontras.id, Selasa 14/05/2024.
“Juga (melanggar) peraturan kepala kepolisian negara republik indonesia no. 9 tahun 2008 (perkapolri 9/2008) tentang tata cara penyelenggaraan, pelayanan, pengamanan dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum, dan peraturan kapolri no. 16 tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa (Protap Dalmas), polisi harus menghormati hak asasi manusia, terlebih demonstrasi adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang sudah dijamin oleh berbagai aturan hukum nasional maupun internasional,” sambung Man’uth.
Baca Juga: Tindakan Anggota Polres Gorontalo kepada Pendemo Dugaan Pungli Kades Pulubala Tuai Kecaman
Baca Juga: Demo Dugaan Pungli Kades Pulubala di Polres Gorontalo Ricuh, Mahasiswa dan Polisi Terluka
Man’uth menyampaikan, untuk menangani massa yang anarkis harus dilakukan secara manusiawi dan bukan dijustifikasi sebagai keadaan khusus yang memperbolehkan polisi melakukan tindakan represif terhadap demonstran.
“Kami BEM Gorontalo mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian terhadap demonstran. Kami menganggap Kepolisian resort Gorontalo gagal dalam melaksanakan aturan yang telah ditetapkan, yakni Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006,” ucap Man’uth.
Man’uth mengatakan, BEM Gorontalo mendesak Kapolda untuk meminta maaf kepada mahasiswa sekaligus mencopot Kapolres karena dinilai gagal menjalankan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengamanan unjuk rasa.
“Kami menuntut Kapolda Gorontalo untuk meminta maaf dan mengevaluasi SOP Pengamanan Unras. Kami juga menuntut Kapolda Gorontalo mencopot Kapolres Gorontalo sebagai satuan yang bertanggung jawab saat aksi yang selama ini,” tegas Man’uth.
“Kami anggap (Kapolres Gorontalo) tidak becus dalam memberikan rasa aman terhadap masyarakat, terkhusus masyarakat yang menyampaikan pendapat di muka umum,” tandas Man’uth.
Sebelumnya, unjuk rasa puluhan mahasiswa dari BEM Universitas Gorontalo di depan Kantor Polres Gorontalo ricuh, Senin 13/05/2024. Akibat kericuhan tersebut, sejumlah mahasiswa dan polisi terluka.
Penulis Thoger