Kontras.id, (Gorontalo) – Bungkam soal baliho pelarangan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Balayo, Kecamatan Patilanggio dan Kecamatan Dengilo, Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi dan Kapolres Pohuwato, AKBP Winarno mendapat sindiran dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Pemuda Gorontalo (LPGo).
Ketua LSM LPGo, Reflin Liputo menyindir Kapolda Gorontalo dan Kapolres Pohuwato atas keheningan mereka terhadap kejadian tersebut.
Reflin menyampaikan bahwa baliho besar bertuliskan larangan aktivitas pertambangan emas ilegal di Desa Balayo dan Dengilo kini jadi simbol ironi terbesar di Gorontalo. Menurut Reflin, baliho itu tak lebih dari pajangan mewah di jalanan yang tak punya efek apa-apa.
“Baliho itu cuma dekorasi. Tambang ilegal tetap jalan, hukum malah istirahat panjang,” kata Reflin kepada Kontras.id, Senin 18/11/2024.
Reflin mengatakan bahwa langkah Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Gorontalo memasang baliho sebagai tindakan setengah hati yang lebih cocok disebut sandiwara daripada penegakan hukum.
“Ironisnya, tambang ilegal di Balayo dan Dengilo justru semakin merajalela setelah baliho dipasang,” ungkap Reflin.
Baca Juga: Baliho Pelarangan Sekadar Pajangan, PETI Balayo-Dengilo Jalan Terus
Menurut Reflin, para pengusaha tambang ilegal bahkan seakan menjadikan baliho tersebut sebagai penghias operasi mereka. Puluhan alat berat jenis ekskavator beraktivitas tanpa hambatan di bawah bayang-bayang baliho itu, seperti menantang langsung isi peringatannya.
“Polda dan Polres jelas bungkam. Siapa sebenarnya yang mereka lindungi? Masyarakat atau pengusaha tambang ilegal?” sindir Reflin.
“Kami sudah jenuh melihat hukum dijadikan bahan lelucon. Tidak ada satupun tindakan nyata yang dilakukan aparat, meskipun kerusakan lingkungan dan konflik sosial terus meningkat,” sambung Reflin.
Reflin menyinggung kerusakan lingkungan parah yang ditinggalkan tambang ilegal ini. Sungai-sungai yang dulu jernih kini berubah menjadi saluran limbah. Bukit-bukit yang menjadi identitas desa telah tergerus, sementara aparat lebih sibuk menjaga reputasi daripada bertindak.
“Hingga kini, Kapolda dan Kapolres tetap membisu seperti batu. Apakah baliho ini sebenarnya hanya kamuflase untuk melindungi tambang ilegal yang terus beroperasi. Hukum tak lagi buta, tapi pura-pura buta,” kata Reflin.
Baca Juga: Baliho Pelarangan PETI Balayo-Dengilo Sekadar Pajangan, Kapolda dan Kapolres Pohuwato Bungkam
Menurut Reflin, tak heran jika warga mulai kehilangan kepercayaan pada aparat. Baliho yang seharusnya menjadi simbol hukum kini malah jadi simbol kegagalan penegakan hukum.
“Kalau hukum diam, tambang ilegal pasti bersorak. Mereka tahu, baliho itu hanya formalitas, bukan ancaman,” tegas Reflin.
Sementara itu, kata Reflin, aktivitas tambang ilegal terus berlangsung, dengan suara mesin-mesin berat menggantikan suara keadilan yang entah di mana. Warga tak punya pilihan selain menyaksikan desa mereka hancur perlahan, ditemani baliho yang berdiri tegak tapi tak berdaya.
“Hari ini, hukum kalah. Besok? Jangan-jangan tambang ilegal yang pasang baliho sendiri,” tandas Reflin.