Kontras.id, (Gorontalo) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gorontalo (UG) kembali mempertanyakan perkembangan kasus dugaan pungutan liar (Pungli) Kepala Desa (Kades) Pulubala, Kecamatan Pulubala yang saat ini ditangani Polres Gorontalo.
Ketua Departemen Kajian Hukum BEM UG, Rifkiyanto Saliko mengatakan bahwa keseriusan Polres Gorontalo menyelesaikan kasus Pungli yang diduga melibatkan Kades Pulubala menjadi pertanyaan publik. Pasalnya, kata Rifkiyanto, Pungli tersebut merupakan kejadian lama.
“Tentunya sampai hari ini masih menimbulkan pertanyaan banyak orang mengenai progresivitas dari kepolisian resort gorontalo mengenai pungli yang ada di desa pulubala,” ucap Rifkiyanto melalui press releasenya yang diterima Kontras.id, Rabu 29/05/2024.
“Sebab menurut hemat kami pungli di desa pulubala adalah suatu bentuk pelanggaran atau kejahatan yang sudah cukup lama terjadi di sana sejak 2015 hingga 2022. Sampai-sampai masyarakat umum telah menganggap pemungutan liar itu adalah hal yang biasa,” sambung Rifkiyanto.
Baca Juga: Geruduk Polda Gorontalo, AMPG Desak Penyelesaian Kasus Dugaan Pungli Kades Pulubala
Baca Juga: Kembali Datangi Polres Gorontalo, AMPG Pertanyakan Perkembangan Kasus Dugaan Pungli Kades Pulubala
Rifkiyanto menyampaikan, pihaknya khawatir kalau persoalan Pungli akan menjadi budaya di masyarakat bila proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Gorontalo saat ini belum ada kejelasan.
“Sampai sini kami mulai khawatir pungli akan menjadi budaya dikalangan akar rumput, dan parahnya adalah kades pulubala menjadi budayawan yang harus diteladani. Untuk itu kami mendukung terus polres gorontalo menindaki pelaku pungli di seluruh kabupaten gorontalo, terkhusus desa pulubala,” tegas Rifkiyanto.
Baca Juga: Demo Dugaan Pungli Kades Pulubala di Polres Gorontalo Ricuh, Mahasiswa dan Polisi Terluka
Baca Juga: Desak Kasus Pungli Kades Pulubala Segera Diselesaikan, Belasan Mahasiswa Datangi Polres Gorontalo
Rifkiyanto menjelaskan, dugaan Pungli yang dilakukan Kades Pulubala secara yuridis jelas dalam pasal 15 huruf e UU pemberantasan tindak pidana korupsi yang bersumber dari pasal 423 KUHP. Selain itu, kata Rifkiyanto, diatur pula dalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Apabila dicermati, jelas perbuatan oknum tersebut telah melalukan pungutan liar terhadap mereka yang melakukan transaksi jual-beli sapi. Ini merupakan perbuatan melanggar hukim dan dapat dikategorikan kejahatan jabatan sebagaimana ketentuan pasal 423 KUHP,” tandas Rifkiyanto.
Penulis Thoger