Kontras.id, (Gorontalo) – Sejumlah mahasiswa terdiri dari perwakilan Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagaaman Islam Negeri se-Indonesia (DEMA PTKIN), BEM Nusantara, BEM SI, dan BEM Perguruan Tinggi Muhammadiyah Indonesia (PTMI) menggelar seminar nasional dengan tajuk suara anak bangsa untuk Papua, di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 22/06/2021.
Seminar yang membahas kondisi terkini di tanah Papua itu dibuka oleh keynote speech oleh Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabintelkam) Polri, Komjen Paulus Waterpauw.
Komjen Paulus Waterpauw mengatakan, kegiatan yang digelar oleh sekolompok mahasiswa tersebut merupakan bentuk kepedulian anak bangsa terhadap tanah Papua.
“Saya apresiasi karena sebagai anak bangsa itu luar biasa. Mereka meluangkan waktu untuk duduk bersama dan berbicarakan tentang bagaimana menyikapi Papua,” kata Paulus.
Mantan kapolda Papua itu menyebutkan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait permasalahan di tanah Papua, diantaranya latar belakang sejarah dan sosial kultural.
“Jadi rasa nasionalisme kesatuan itu masih perlu kita dorong terus, ini kesempatan baik dibuat oleh dari organisasi BEM mahasiswa,” jelas Paulus.
Sementara itu Koordinator Presidium Nasional PTMI, Nur Eko Suhardana mengatakan, permasalahan yang terjadi di Papua itu tidak hanya terkait permasalah kelompok kriminal bersenjata.
“Kita juga perlu ada pengawasan terkait penyalahgunaan otsus diberbagai daerah. Kita dengar dari teman-teman Papua otsus ini tidak tepat sasaran, sehingga perlu adanya pengawasan dari pemerintah,” tutur Eko.
Selain itu kata Eko, terdapat juga permasalahan rasisme yang dialami mahasiswa diberbagai daerah. Ekon menegaska, apa yang dirasakan mahasiswa Papua juga dirasakan oleh mahasiswa dari daerah lain.
“Masalah Papua masalah kita bersama, masalah anak bangsa Indonesia, bukan masalah kecil. Bila salah satu bagian NKRI ini tersakiti, maka itu sama saja tersakitinya seluruh anak bangsa Indonesia,” tegas Eko.
“Terkait semua permasalahan Papua, kita sama rasa. Ketika teman-teman kita di papua mendapatkan perlakuan rasisme kita juga merasakan sakitnya,” ucap Eko.
Sementara Koordinator Pusat BEM Nusantara Dimas Prayoga menyampaikan, pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih humanis untuk menangani permasalah yang terjadi.
“Dialog terbuka dengan pihak terkait mulai dari otsus, kerusuhan KKB yang melibatkan seluruh elemen masyarakat Papua, sehingga kesepakatan yang juga menjadi solusi bagi Indonesia dan Papua bisa dicapai,” kata Dimas.
Dimas meminta negara harus menaruh perhatian penuh bagi kemajuan Papua, salah satunya pengelolaan Otsus yang Integratif, transparan dengan pendampingan dan pengawasan yang kuat serta evaluasi yang diikuti dengan penegakan hukum tegas bagi pelaku penyalahgunaan dana Otsus.
“Tak hanya itu, pemerintah juga perlu memberikan perhatian bagi kesejahteraan para pejuang veteran Papua dan keluarganya yang telah berkorban dalam upaya penegakan NKRI,” terang Dimas.
“Keberanekaragaman itu sesuatu hal yang pasti dan harus kita terima dengan penuh pemikiran sangat luas, bahwa memang Indonesia sudah komitmen diawal Bhineka Tunggal Ika itu dengan landasan 5 sila yang kita anut sebagai ideologi negara,” tandas Dimas.
Penulis : Irfan
Editor : Anas Bau