Kontras.id, (Gorontalo) – Menanggapi walkout-nya sejumlah Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo saat paripurna hingga ketidak hadiran mereka pada pembahasan dan Paripurna Pengesahan APBD-P 2022 beberapa hari lalu membuat Guru Besar Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Profesor (Prof.) Dr. Rauf A. Hatu M.Si. angkat bicara.
Prof. Rauf mengatakan, pembahasan dan pengesahan APBD atau APBD-P merupakan jalan untuk merealisasikan program pembangunan yang tentunya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat.
Menurut Prof. Rauf, menghalangi atau membatalkan pembahasan APBD-P jelas akan menimbulkan reaksi publik. Karena kata dia, pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
Prof Rauf menegaskan, pembangunan tidak selamanya berupa infrastruktur. Gaji, honor maupun tunjangan pegawai termasuk anggota DPRD termaktub dalam APBD-P. Sehingga itu kata Prof, sekalipun DPRD haluan politik, tapi tidak semua dihadapi secara politik. Karena, di satu sisi pengesahan APBD-P sangat urgen. Sebab waktu realisasi anggaran sudah mepet, tinggal tiga bulan.
“Pembahasan APBD itu bentuk keperpihakan anggota DPRD kepada rakyat. Karena mereka duduk di gedung DPRD atas pilihan rakyat. Sehingga jika ada program atau anggaran yang tidak terlalu penting, atau tidak berpihak pada rakyat, itulah yang harus dibela,” ujar Prof. Rauf melalu pres release yang diterima redaksi Kontras.id, Senin 03/10/2022.
“Sejatinya, momentum pembahasan anggaran inilah yang harus dijadikan ‘arena’ bagi anggota DPRD untuk menunjukan keperpihakan mereka kepada rakyat dengan melakukan perdebatan dengan eksekutif,” sambung Prof. Rauf.
Guru besar UNG itu menuturkan, sikap walkout hingga tidak turut hadir dalam pembahasan dan Paripurna Pengesahan APBD-P jelas satu sikap merugikan. Bahkan kata dia, secara politik menurunkan citra anggota DPRD
“Itu sama saja anggota DPRD tidak memperjuangkan aspirasi-aspirasi konstituen mereka. Apalagi saya baca di media, alasan walkout tidak terkait dengan APBD, tapi masalah lain,” kata Prof. Rauf.
“Bagaimana mereka memperjuangkan aspirasi konstituen mereka, hadir dan membahas saja tidak. Itu sama saja mereka telah setuju dengan APBD-P yang disodorkan eksekutif,’ tambah Ketua Senat Akademik UNG ini.
Menurut Prof. Rauf, Anggota Legislatif (Aleg) mestinya tau dimana tempatnya menunjukan sikap politik mereka. Sebab, Pembahasan APBD-P berbeda dengan melaksanakan panitia khusus (Pansus) DPRD.
“Saya cukup menyayangkan sikap para aleg tersebut sekalipun saya sendiri tidak menyalahkan, karena itu hak mereka. Hanya saja saya lebih setuju para aleg itu ikut serta, dan lebih fokus ‘menguliti’ dan berdebat pada program-program pemerintah. Itu terlihat lebih rasional ketimbang tidak ikut dalam pembahasan APBD-P,” tandas Prof. Rauf.
Sebelumnya, sebayak 16 Aleg tidak menghadiri rapat paripurna pengambilan keputusan Ranperda APBD-P Kabupaten Gorontalo tahun anggaran 2022. Diantaranya, Wakil Ketua DPRD, Irwan Dai, Iskandar Mangopa, Arifin Kilo, Wilfon Malahika Fraksi Golkar dan Wakil Ketua DPRD, Roman Nasaru, Jarwadi Mamu, Wisno Nusi, Sarifah Pangalima Fraksi Nasdem serta Eman Mangopa, Safrudin Hanasi, Irman Moodotu, Anton Ahmad Fraksi PKS-Gerindra dan ditambah Suwandi Musa, Jasmia Suleman dari Partai Hanura.
Penulis: Thoger