Kontras.id,(Gorontalo) – Dugaan pembiaran terhadap aktivitas tambang batu kapur ilegal di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat, menuai kritik tajam. Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bina Mandiri (UBM) Gorontalo, Rianto Bau, meminta Wali Kota Gorontalo segera mencopot Kepala Kelurahan Buliide.
Rianto menilai, kepala kelurahan setempat telah lalai dalam menjalankan tugas dan membiarkan aktivitas penambangan yang merusak lingkungan berlangsung tanpa penindakan. Aktivitas tersebut, kata Rianto, telah mencederai kelestarian lingkungan Kelurahan Buliide.
“Kami menilai Lurah Buliide tidak hanya lalai dalam tugas, tetapi juga terindikasi melakukan pembiaran sistematis terhadap aktivitas tambang ilegal yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Rianto melalui keterangan resmi yang diterima Kontras.id, Kamis 26/06/2025.
Rianto menyatakan keprihatinannya atas sikap pasif Kepala Kelurahan. Pasalnya, saat dirinya bersama tim mendatangi kantor kelurahan, Lurah memberikan jawaban yang dinilai tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin.
“Kami sangat menyayangkan sikap Kepala Lurah. Setelah kami datangi langsung, jawabannya hanya, ‘Ti ayah juga tida bisa apa-apa, karena ini sudah dari zaman kakek nenek mereka’. Itu bukan jawaban seorang pemimpin, itu justru bentuk pembiaran,” ujar Rianto.
Baca Juga: Kejati Gorontalo Geledah Balai Kota, Telusuri Korupsi Perjalanan Dinas
Menurut Rianto, seorang pemimpin wilayah seharusnya punya sikap dan keberanian menghadapi persoalan lingkungan. Ketika pemimpin hanya diam, maka jabatannya menjadi tak lebih dari sekadar simbol.
“Lurah bukan penjaga tradisi tambang ilegal. Dia seharusnya menjadi garda depan penyelamat wilayah. Tapi nyatanya, ia hanya menonton saat lingkungan hancur dan rakyat tergenang banjir,” tegas Rianto.
Rianto juga menyatakan bahwa alasan ketidaktahuan dari Lurah tidak dapat diterima. Aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut sudah sangat nyata dan kasat mata.
“Tambang itu ada di depan mata. Debunya bertebaran, truk-truk lalu lalang, pohon-pohon ditebang. Kalau sampai seorang lurah bilang ‘tidak bisa berbuat apa-apa’, maka sudah waktunya dia mundur dari jabatan. Ini bukan zaman penjaga stempel,” sindir Rianto.
Ia menambahkan bahwa situasi ini menjadi parah karena aparatur desa dan kelurahan terbiasa diam dan membiarkan pelanggaran terjadi. Dampaknya justru dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Mereka membiarkan karena sudah terbiasa. Mereka diam karena sudah nyaman. Tapi rakyat yang merasakan langsung dampaknya banjir, tanah longsor, dan kehilangan ruang hidup,” ujar Rianto.
Baca Juga: Adhan Dambea Dukung Kejati Gorontalo, Minta Pemerintahan Bersih Korupsi
Lebih jauh, Rianto mempertanyakan komitmen Kepala Kelurahan dalam menjalankan amanat konstitusi. Ia menduga adanya keberpihakan terhadap kepentingan kelompok penambang ilegal.
“Kami mempertanyakan apakah Lurah menjaga amanat rakyat, atau justru menjaga kepentingan para penambang ilegal? Dalam situasi seperti ini, diam bukan lagi netral, diam adalah keberpihakan,” imbuh Rianto.
Atas semua dasar itu, BEM UBM mendesak Wali Kota Gorontalo segera bertindak tegas. Menurut Rianto, jabatan publik tidak boleh dijadikan tempat berlindung bagi mereka yang tak sanggup menghadapi perusakan lingkungan.
“Jabatan publik bukan tempat berlindung. Kalau seorang pemimpin di tingkat kelurahan tidak sanggup menghadapi pelaku tambang ilegal, lebih baik mundur daripada jadi bagian dari masalah,” tandas Rianto.
Hingga berita ditulis, Kontras.id masih berupaya meminta tanggapan Lurah Buliide terkait kritikan mahasiswa ini.