Kontras.id, (Gorontalo) – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, Umar Karim mengecam alokasi anggaran perjalanan dinas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Gorontalo tahun 2023.
Umar mengatakan bahwa anggaran sebesar Rp 148,2 miliar yang dialokasikan untuk perjalanan dinas sangat tidak ideal, terutama mengingat tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo yang mencapai 15,57 persen menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023.
Umar mengungkapkan keterkejutannya atas jumlah besar yang dihabiskan untuk perjalanan dinas.
“Ini sangat boros dan mengabaikan prinsip efisiensi serta pengelolaan anggaran yang sesuai kebutuhan masyarakat,” ungkap Umar, kepada Kontras.id, Senin 05/10/2024.
Umar menyampaikan bahwa dengan memanfaatkan separuh saja dari anggaran perjalanan dinas itu, pemerintah bisa membangun sekitar 3.000 rumah layak huni, yang dapat membantu hingga 15 ribu masyarakat miskin di Gorontalo.
“Jika demikian, anggaran perjalanan dinas seharusnya digunakan untuk mengurangi kemiskinan, bukan untuk perjalanan yang berulang kali,” ujar UK, sapaan akrab Umar Karim.
UK mengatakan bahwa alokasi besar tersebut hanya memicu pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Ia mempertanyakan prioritas pemerintah dan DPRD dalam menetapkan anggaran, terutama karena Provinsi Gorontalo memiliki kapasitas fiskal yang rendah, dengan rasio hanya 1,421 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.84 Tahun 2023.
“Mengetahui kapasitas fiskal rendah, seharusnya pemerintah lebih berhemat,” kata UK.
Menurut Uk, APBD Provinsi Gorontalo kini terkesan hanya mengutamakan perjalanan dinas, tanpa mempertimbangkan urgensi dan kebutuhan mendesak lainnya, seperti pengentasan kemiskinan dan peningkatan infrastruktur dasar bagi masyarakat miskin.
UK bahkan menyebut bahwa penggunaan anggaran perjalanan dinas tersebut tidak lagi berfokus pada operasional kerja, melainkan cenderung menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pelakunya. Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dalam akses publik terhadap APBD.
“Akses masyarakat terhadap informasi anggaran sangat terbatas. Bahkan saya sebagai Aleg juga kesulitan mendapatkan informasi tersebut,” ujar UK.
UK mengatakan bahwa hal ini bertentangan dengan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan PP No.12 Tahun 2019 yang mengatur pengelolaan keuangan daerah secara transparan.
Menurut UK, letak gedung DPRD yang terpencil di tengah hutan juga menyulitkan masyarakat dalam mengawasi kinerja DPRD. Ia menyebut bahwa situasi ini membuat pantauan dan pengawasan publik terhadap anggaran dan keputusan DPRD menjadi lemah.
“Jika gedung DPRD berada di tengah kota atau di dekat masyarakat, tentu rakyat akan lebih mudah mengetahui apa yang sedang terjadi,” kata UK.
Menurut UK, perubahan yang diperlukan tidak sekadar pada alokasi teknis anggaran, tetapi pada paradigma elit kekuasaan yang mendasari pengambilan keputusan.
“Gorontalo harus dibangun dengan semangat pengabdian kepada rakyat, bukan sekadar kepentingan kelompok,” tegas Umar.
UK berharap ada langkah-langkah konkrit dari Penjabat (Pj) Gubernur untuk menerapkan efisiensi anggaran ke depan. Meski pesimistis, Umar berjanji akan mengupayakan diskusi dengan rekan-rekan di DPRD guna mengurangi alokasi anggaran perjalanan dinas yang dirasa tidak seimbang.
“Saya akan mencoba meyakinkan teman-teman di DPRD agar kita bisa lebih efisien. Intinya jika ditanya apa yang pertama saya lakukan setelah menjadi Aleg, jawabnya ‘saya curhat dulu’,” tandas UK.