Kontras.id, (Gorontalo) – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Tangisan Penderitaan Rakyat (Tapera) kembali mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Gorontalo untuk menggelar aksi demonstrasi damai, Senin 21/10/2024.
Mereka mempertanyakan tindak lanjut kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Sumanti Maku, serta Direktur Bank Sulutgo (BSG) Cabang Limboto, Tomi Gobel.
Dalam orasi yang disampaikan di depan Gedung DPRD, mahasiswa menyoroti dugaan gratifikasi berupa permintaan fasilitas mewah yang diajukan Kepala Dinas PMD ke pihak BSG.
Permintaan tersebut mencakup perangkat elektronik seperti Samsung Galaxy Tab S9 Plus, iPhone 15 Pro, printer, scanner, laptop, hingga sepeda motor Yamaha Filano. Mahasiswa menilai permintaan ini tidak sesuai prosedur dan mendesak adanya tindakan tegas serta transparansi dari DPRD.
“Kami datang ke sini untuk mempertanyakan sikap DPRD terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat PMD dan BSG. Sebagai lembaga yang berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan, apa langkah konkret yang sudah diambil oleh DPRD?” ungkap salah satu orator dalam orasinya.
Mahasiswa menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik adalah hak masyarakat dan kasus dugaan gratifikasi ini harus segera diselesaikan. Mereka menuntut agar DPRD bersikap tegas dalam menanggapi persoalan ini demi menjaga citra pemerintahan daerah.
“Jika DPRD tidak segera bertindak, kami akan terus menggelar aksi hingga kasus ini dibuka secara terang benderang. Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan,” tegas seorang orator.
Mahasiswa menuntut agar DPRD lebih aktif dalam mendorong penyelesaian kasus ini. Mereka menilai bahwa jika masalah ini tidak diselesaikan dengan transparan, maka citra pemerintah daerah dapat tercoreng dan kepercayaan masyarakat akan menurun.
Di hadapan para mahasiswa, Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Zulfikar Y. Usira, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) terkait kasus ini. Menurut Zulfikar, dalam RDP tersebut DPRD telah memanggil Kepala Dinas PMD, Direktur BSG, serta perwakilan mahasiswa sebagai pelapor untuk mendiskusikan masalah tersebut.
“Sebagai wujud pengawasan kami, sudah dilakukan RDP di mana kami mengundang pihak terkait, yakni Kadis PMD, Direktur BSG, dan mahasiswa. Dalam RDP itu, pihak-pihak yang terlibat telah memberikan penjelasan terkait masalah ini,” ungkap Zulfikar.
Zulfikar menegaskan bahwa jika terdapat unsur yang berpotensi melanggar hukum, maka proses selanjutnya akan menjadi ranah instansi penegak hukum. DPRD hanya dapat memfasilitasi rapat dengar pendapat untuk memahami duduk persoalannya.
“Jika ada indikasi hukum, maka itu tugas penegak hukum. Kami di DPRD hanya berfungsi sebagai pengawas dan mendengar penjelasan dari semua pihak terkait. Semua proses sudah kami lakukan sesuai prosedur dan dihadiri oleh mahasiswa sebagai saksi dalam RDP tersebut,” tandas Zulfikar.