Oleh: Abd. Nafiq Van Gobel (Mahasiswa sekaligus eks Menteri Eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gorontalo).
Kontras.id, (Opini) – Situasi yang terjadi di SMAN 1 TIBAWA baru-baru ini telah membuka mata kita terhadap dua permasalahan mendasar yang mengganggu sistem pendidikan negeri kita: kekurangan guru pengajar dan kebijakan pungutan biaya kepada orang tua siswa. Kedua isu ini bukan hanya mencerminkan kurangnya perencanaan dan eksekusi yang baik, tetapi juga mengabaikan prinsip keadilan dan aksesibilitas dalam pendidikan.
Kekurangan Guru: Sebuah Kegagalan Manajemen
Kekurangan guru di SMAN 1 TIBAWA adalah contoh nyata dari kegagalan manajemen pendidikan di tingkat sekolah dan pemerintahan. Alih-alih menjadi perhatian utama dan dilaporkan secara tegas kepada Dinas Pendidikan, masalah ini seakan dibiarkan menjadi beban yang harus dipikul oleh siswa dan orang tua. Seharusnya, pihak sekolah dan komite berperan aktif dalam memastikan bahwa semua posisi pengajar terisi dan memenuhi standar yang ditetapkan. Kegagalan ini menunjukkan kurangnya komunikasi efektif dan komitmen untuk memberikan pendidikan berkualitas.
Pungutan Biaya: Tekanan yang Tidak Perlu
Di sisi lain, kebijakan pengenaan biaya tambahan kepada orang tua siswa menimbulkan pertanyaan serius mengenai penggunaan dana BOS dan transparansi anggaran sekolah. Meskipun dinyatakan tidak dipaksakan, kenyataannya banyak orang tua merasa terpaksa membayar biaya tersebut, terutama dengan adanya SK yang seolah membuatnya wajib. Kebijakan ini mengabaikan perbedaan kemampuan ekonomi keluarga siswa dan menunjukkan minimnya upaya pihak sekolah dalam mencari alternatif pendanaan yang lebih adil.
Mengabaikan Prinsip Pendidikan untuk Semua
Keadaan ini sangat bertentangan dengan semangat Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kebijakan seragam yang tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi siswa hanya akan memperdalam kesenjangan sosial dan menghalangi akses terhadap pendidikan bagi mereka yang kurang mampu. SMAN 1 TIBAWA, sebagai institusi pendidikan negeri, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjunjung tinggi prinsip pendidikan inklusif dan berkualitas.
Seruan untuk Perubahan
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar dalam cara pengelolaan dan pengambilan kebijakan di SMAN 1 TIBAWA. Transparansi anggaran, keterlibatan orang tua dalam pengambilan keputusan, dan kerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk mengatasi kekurangan guru adalah langkah-langkah yang harus segera diambil. Selain itu, evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan dana BOS perlu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap dana digunakan secara efektif dan tepat sasaran.
Kesimpulan
Krisis yang melanda SMAN 1 TIBAWA adalah cerminan dari tantangan yang lebih besar dalam sistem pendidikan kita. Sudah saatnya bagi para pemangku kepentingan untuk berkomitmen pada perubahan nyata yang berpihak pada siswa dan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan upaya bersama, kita bisa mewujudkan visi pendidikan yang adil dan merata untuk semua.(*).
Baca Juga: Siswa SMAN 1 Tibawa Gorontalo Dipungut Iuran Tes Psikologi Hingga Biaya Honor Guru