Example floating
Example floating
DaerahOpini

Indra Yasin Telah Belajar

×

Indra Yasin Telah Belajar

Sebarkan artikel ini
Indra Yasin
Foto : Bupati Gorut, Indra Yasin,(foto Istimewa).

Oleh : Zulkarnain Musada (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bosowa).

Kontras.id, (Opini) – Ketika Indra Yasin kembali menjadi Bupati Gorontalo Utara (Pilbup Gorut 2018), dalam usia yang tak lagi muda, politik seakan mengorbitkan fajar optimisme kepada siapa pun bahwa hal yang selama ini dianggap mustahil menjadi kenyataan. Para politikus tua yang seharusnya gembira bermain bersama cucu-cucunya maju lagi ke muka bertempur ke gelanggang untuk menuntaskan rasa penasaran dan menyalurkan hasrat kuasanya yang tak pernah pudar.

Indra Yasin secara metamorfosis menjadi sebuah mikrofon yang menggemakan suara siasat paling purba; politik sebagai seni kemungkinan. Kemungkinan kalah dan menang atau kemungkinan keterampilan yang dimiliki dalam mengontrol arus lalu lintas politik. Indra Yasin semakin memastikan apa yang menjadi perhatian Faucalt bahwa jaringan kuasa (dan seks) menjadi titik labuh dan titik tuju fundamental yang mengendap dalam arus bawah sadar manusia yang terus bergelegak. Semua fana, yang kekal ialah nafsu berkuasa.

Politik menginjeksikan rasa penasaran abadi agar tak henti berupaya dengan mengoperasikan semua cara menggeser ketidakmungkinan menjadi kemungkinan sekaligus menawarkan mimpi bagi kawanan. Kata-katanya menjadi semacam panggilan tanggung jawab kesabaran atas suara-suara rakyat yang dijanjikan akan diperjuangkan menuju kehidupan yang beradab.

Indra Yasin telah menorehkan catatan kerja prestisius bagi pendukung setianya, dengan bersamaan menggoreskan lembaran kerja buruk bagi penantangnya. Pada gerak kehidupan, Indra Yasin sebagai salah satu Bupati dengan usia senior (1954; 67 tahun) pada perhelatan politik di Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir. Generasi baby boomers yang secara terminologi sebagai generasi yang membangun era pasca perang dunia II.

Tentu bagi Indra Yasin dengan modal pengalaman tiga kali selalu memenangkan medali Pilbup Gorut, hak angket bukan sesuatu yang perlu ditakutkan. Pada periode kedua (Indra-Roni; SINAR) tahun 2013 silam, situasi politik pernah “memanas” dirasakan. Hal itu diwarnai dengan hak interpelasi oleh DPRD pada masa itu. Ruang sidang sempat tegang, namun sosok Indra Yasin tetap saja tidak meriang.

Saya coba menebak perihal kepiawaian Indra Yasin dalam mengatur ritme dinamika politik dengan menggunakan tiga diksi; tenang, tegak dan tangguh. Dimana tenang beririsan dengan tidak mudah masuk angin, lalu tegak bersinggungan soal ujian melalui badai, sedangkan tangguh berimplikasi pada pengelolaan kuda-kuda menyesuaikan lintang dan bujur kompas politik yang sedang berhembus.

Disinilah saripati strategi Indra Yasin dalam mengemas konstalasi politik yang berat menjadi lentur dan bersahabat. Meminjam pekikan Sun Tzu; “jika lawan anda mudah marah, pancinglah agar mereka kesal. Berpura-puralah lemah, agar mereka menjadi sombong”.

Barangkali juga, adanya hak angket selain menguji kebijakan Indra Yasin yang berefek besar momentum ini sangat baik untuk direduksi sebagai peluang dalam merekatkan rekonsiliasi partai pengusung dan pendukung pada babak Pilbup 2018 lalu. Jika menoleh pada komposisi fraksi yang menyetujui hak angket hanya ada dua parpol yang menjadi penantang di 2018; Hanura dan Golkar sebagai lawan setia. Sisanya fraksi PDI-Perjuangan, NasDem, lalu fraksi gabungan para bintang (PPP, Gerindra, dan PKS) juga PAN merupakan sahabat karib yang berkeringat mengantarkan Indra Yasin sebagai Bupati Gorut, 2018.

Di luar gelanggang hak angket, rakyat Gorut hanya bisa mendulang beragam persepsi dan argumentasi tentang sampai dimana klimaks hak angket. Apakah sekadar permintaan pengakuan “maaf” atas kebijakan yang melanggar, atau berusaha memanasi “keringat” demokrasi menuju pertarungan 2024.

Politik selalu saja berat jika dipandang dengan menggunakan kacamata kuda, dan akan ringan kalau kita menggunakan diksi gombalan elegan; “Politik tidak memfasilitasi rindu, tapi mencampuri saat kita bertemu”. Sederhananya, suasana kini masih Idul Fitri tentu momentum suci dijadikan napas merawat kembali komunikasi politik yang sempat tersendat dan dibutuhkan silaturahmi sebagai simpul merekatkan sekat.

Sekali lagi, Indra Yasin telah banyak belajar. Ia bukanlah sosok yang hanya bertepuk tangan dalam lika-liku politik Gorut. Indra Yasin adalah esensi dari politik Gorut itu sendiri.jalan sulit di lewat.(*).

Share :  
Example 120x600