Example floating
Example floating
DaerahOpini

Menggenggam Mandat, Manusia Berdaulat

×

Menggenggam Mandat, Manusia Berdaulat

Sebarkan artikel ini
Zulkarnain Musada
Foto : Zulkarnain Musada,(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bosowa).

Tuan dan Puan.
Selamat Hari Patriotik, 23 Januari 1942 – 23 Januari 2021.

Kontras.id (Opini) – Suatu keprihatinan manusia dalam keaktifan ialah menyoal keberadaannya yang memerdekakan manusia (menjadi manusia berdaulat), alam semesta, dan dirinya sendiri. Keprihatinan demi keprihatinan tersebut merupakan suatu konsekuensi logis daripada kesadaran sosial dan politik yang memanusiakan manusia.

Kedaulatan berdasar suatu kekuasaan pada formalnya hanya legitimasi politik yang menentukan wilayah-wilayah tertentu. Kekuasaan yang umumnya dipahami, yakni kedaulatan konstitusi. Akan tetapi, secara filosofi, kerap kali didengungkan oleh beberapa eksponen.

Hal itu sebagaimana Bung Hatta pun menyatakan kedaulatan atau berdaulat, yakni kekuasaan dalam suatu genggaman rakyat; kemerdekaan dan kemakmuran. Oleh karena itu, sering muncul istilah manusia berdaulat. Bahwa daerah ini semestinya berdaulat secara ekonomi dan politik.

Manusia berdaulat yang padanya menarik dan membuat menjadi khas manusia. Karena label manusia mencerminkan sikap afektif dan kesadaran politik sebagai cerminan tingkat tinggi kesosialannya. Apabila dia menyadari akan kemanusiaannya, maka manusia berdaulat akan mengimplementasikan seluruh potensi kebaikan pada kehidupan yang bermartabat dan harmoni.

Realitas hidup penuh kecamuk. Kemiskinan yang di depan mata rakyat terjerit-jerit di tengah kehidupan yang mekar akan kapitalisme, represif, dan pragmatis. Banyak orang berlomba lomba memperkaya diri dan kelompok. Namun masih ada rakyat yang terjepit dengan hidup yang dilaluinya.

Maka timbulah ketimpangan dan kesenjangan ekonomi yang sulit dilerai. Problem sosial yang berimplikasi pada suatu kemiskinan kecamuk hidup ini akibat daripada ketidak berdaulatnya aspek kehidupan kita pada tataran politik maupun ekonomi secara bermakna.

Politik yang cenderung pada untung-rugi tentu mengukur suatu ketercapaian. Keberhasilan hanya pada sikap pragmatisme; ada uang ada dukungan, ada gerakan, dan sebagainya.

Determinasi politik yang destruktif ini tentu berimplikasi pada goyahnya kohesi sosial masyarakat yang masih feodal. Sebagaimana kehidupan bangsa-bangsa di nusantara yang belum hilang sama sekali.

Pada ukuran lainnya, manusia kontemporer masih menganggap kehidupan yang terpandang adalah kehidupan yang elitis, oligarkis. Sehingga suatu struktur sosial hanya diukur berdasarkan tingkat elitis atau berpengaruh pada kehidupan ala borjuistik.

Sedangkan struktur masyarakat akar rumput dianggap terbelakang. Ia tak layak diberikan suatu intervensi (dalam hal kebaikan dan penghormatan). Hal ini dikhawatirkan berlaku bagi masyarakat plural, namun mengedepankan sistem kasta masyarakat.

Kesadaran-kesadaran sosial dan politik ini diupayakan guna melahirkan ide dan nurani kemanusiaan. Serta, untuk menjawab tantangan problem abad kontemporer yang tak lepas daripada dominasi kekuasaan, kepentingan, dan hegemoni.

Filsuf politik dari Italia Antonio Gramsci mengatakan, suatu keterjajahan secara sadar dilakukan dengan hegemoni melaui pemikiran masing-masing manusia dan dikendalikan secara sistematis. Politik yang terhegemoni tentu akan merusak sistem kritis masyarakat dan kesadaran sosial politik masyarakat yang beragam.

Daulat manusia semestinya dikonstruksi dalam tataran kehidupan yang kolektif bukan individual (selalu menghitung setiap untung rugi). Namun bertahap menuju pada keadilan dan kemakmuran; daulat sebagai kekuasaan. Itu berarti kekuasaan pada rakyat menentukan majunya kemanusiaan dan kekuasaan menentang suatu pemerintah yang lalim daripada kebaikan dan pemerintah yang masih feodal oligarkis dan sembrono tak memedulikan kehidupan dan penghidupan masyarakat, hanya sibuk dengan urusan kepentingan golongan.

Utamanya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk menciptakan kemakmuran. Daulat ekonomi akan maju manakala daulat politik dibereskan dengan asupan pendidikan kritis bagi kemajuan bangsa dan negara agar bertalian dengan amanah UUD 1945; mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih baik dipenjara karena telah melawan. Daripada terpenjara karena dibawah ketiak kekuasaan.(**).

Oleh : Zulkarnain Musada (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Bosowa).

Share :  
Example 120x600