Kontras.id (Kabupaten Gorontalo) – Menjaga kejadian di Desa Ulapato, Kecamatan Telaga terulang kembali, DPRD Kabupaten Gorontalo meninta pihak Dinas Sosial (Dinsos) tegas dan mengawasi ketat penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), baik kualitas maupun sasaran penyaluran.
“Dinas harusnya sudah bertindak tegas dan lebih ketat untuk pengawasan, pasalnya keluhan seperti ini bukan yang pertama kalinya masuk di DPRD. Kami meminta Dinsos untuk lebih hati-hati agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” tegas Safrudin Hanasi anggota Komisi ll, usai Rapat Dengar Pendapat terkait penyaluran BPNT, ruang sidang paripurna, Senin 13/07/2020.
Sementara itu Ketua Fraksi HanGer (Hanura/Gerindra), Suwandi Musa mengatakan, keluhan masyarakat soal BPNT bukanlah hal biasa yang diterima anggota legislatif. Bahkan kata Suandi, hampir setiap wilayah di Kabupaten Gorontalo mengeluhkan kondisi yang sama.
“Pengakuan warga saat melakukan transaksi di E-Warung, yang digesek Rp 200 ribu tapi kualitas nilai barang diterima hanya harga Rp 180 ribu. Berulang kali masalah ini seperti selalu kami ingatkan, tolong Dinsos benar-benar mengawasi dengan benar. Hanya tetap terjadi lagi,” jelas Suwandi.
“Ini yang banyak orang tidak tahu, tapi saya nggak mau ngomong banyak. Jujur DPRD selalu dapat tudingan miring soal penanganan dalam pengawasan Panja. DPRD main mata soal BPNT lah, sudah diamankan, terima ini dan itu,” kata Suwandi dalam RDP.
Senada dengan Suwandi dan Sarifudin, Ketua DPRD Syam T Ase mengaku bahwa laporan soal masalah kualitas BNPT sering diterima oleh DPRD.
“Banyak laporan seperti ini, kasian masyarakat. Ini ada permainan oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Dinsos harus bertanggungjawab, kalau ada bawahan bapak yang kedapatan main langsung diganti,” tegas Syam.
“Kalau memang ada yang perlu direkomendasi ke Bupati, segera kita berikan,” pungkas Aleg tiga periode.
Sementara itu, Kepala Desa Ulapato A, Pendi Nento menyampaikan, sebelumnya telah terjadi pergantian E-Warung atas permintaan masyarakat.
“Jadi fakta di lapangan beras yang digunakan sebelumnya adalah hasil dari luar daerah. Ironinya hal ini telah berlangsung lama, padahal sesuai panduan BNPT harus memberdayakan hasil pangan lokal, makanya mengapa diganti. Nah sekarang terjadi salah informasi,” ungkap Pendi.
Penulis : Rollink Djafar
Redaktur : Anas Bau