Kontras.id, (Gorontalo) – Penanganan kasus korupsi Hamim Pou yang tak kunjung ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo kembali menjadi sorotan.
Hal ini mencuat dalam kuliah umum dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Universitas Gorontalo dengan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (RI), Kamis 14/11/2024.
Acara tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Pujiyono Suwadi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, serta sejumlah pejabat kejaksaan dan pemerintahan.
Mahasiswa dan civitas akademika Universitas Gorontalo juga turut hadir dalam kegiatan yang dimulai dengan penandatanganan MoU, bertujuan memperkuat kolaborasi dalam pendidikan hukum dan pengawasan etika kejaksaan di Indonesia.
Setelah acara penandatanganan, Prof. Pujiyono memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa Fakultas Hukum, dosen, dan pejabat terkait. Pada sesi ini, diskusi seputar hukum dan etika kejaksaan berlangsung tertib hingga sesi tanya jawab dimulai.
Suasana mulai memanas ketika Presiden Mahasiswa Universitas Gorontalo, Harun Alulu, mengajukan pertanyaan kritis mengenai batas kewenangan Komisi Kejaksaan dalam mengawasi lembaga kejaksaan. Harun menyinggung soal isu transparansi dan penegakan hukum, terutama pada kasus-kasus tertentu yang belum tuntas, seperti kasus Hamim Pou.
Harun juga menyoroti ketidakjelasan dalam penahanan Tom Lembong, yang menurutnya dilakukan tanpa keterangan cukup. Di sisi lain, ia mempertanyakan alasan di balik lambatnya proses pengadilan kasus Hamim Pou yang telah dinyatakan lengkap (P21) namun belum ada tindakan lanjutan.
“Sampai di mana kewenangan Komisi Kejaksaan dalam mengawasi kejaksaan? Dalam kasus Hamim Pou, mengapa perkara yang sudah P21 tak ada penahanan? Ini menguatkan kesan bahwa progresivitas penegakan hukum hanya ada di pusat, tetapi tidak sampai ke daerah,” ujar Harun.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo bersiap menanggapi, tetapi Harun kembali menginterupsi dengan nada lebih keras. Ia menyatakan bahwa pihak kejaksaan seharusnya mengadakan forum khusus untuk menjelaskan perihal kasus ini, dan bukan memanfaatkan forum akademik untuk berdalih.
Interupsi dari Harun mengejutkan sebagian peserta yang hadir, menciptakan suasana tegang di ruangan.Harun menyampaikan bahwa penegakan hukum oleh kejaksaan pusat kerap terlihat progresif, meski terkadang dipertanyakan sebagai ‘penegakan hukum pesanan’. Ia meminta konsistensi dalam penanganan kasus di tingkat daerah, seperti pada perkara Hamim Pou.
“Apakah karena alasan sakit sehingga belum ada tindakan penahanan? Bagaimana pengawasan kejaksaan terhadap hal ini?” tanya Harun.
Menjawab kritikan tersebut, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Pujiyono Suwadi, menyatakan bahwa pihaknya siap menerima laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran oleh lembaga kejaksaan. Ia mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk melaporkan segala bentuk ketidakberesan dalam penegakan hukum kepada Komisi Kejaksaan.
“Jika ada pelanggaran atau ketidakberesan, laporkan kepada kami secara resmi, kami akan menindaklanjutinya,” tutur Prof. Pujiyono.
Sebagai langkah nyata, ia bahkan membagikan nomor pengaduan langsung kepada para hadirin, membuka akses untuk pelaporan langsung kepada Komisi Kejaksaan terkait dugaan pelanggaran atau ketidakadilan dalam proses hukum.