Kontras.id, (Gorontalo) – Seorang anak berusia 17 tahun, Abdul Ajiz Potabuga warga Kecamatan Kotamobagu Utara, Kota Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) diduga menjadi korban penganiayaan oleh Anggota Polisi inisial TA alias Taufik.
Korban mengungkapkan, penganiayaan yang dialaminya terjadi di Kelurahan Kayubulan, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, tepatnya di depan Mapolres Gorontalo, Selasa 30/01/2024 malam pukul 21.30 WITA.
“Pelaku atas nama pak Taufik (TA),” ungkap Abdul saat diwawancarai awak media di Kelurahan Dutulanaa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Rabu 31/01/2024.
Abdul menjelaskan, penganiayaan bermula saat dirinya hendak pulang ke rumah kerabatnya di Kelurahan Dutulanaa, Kecamatan Limboto. Tepat di depan Mapolres Gorontalo, korban dicegat dan diseret oleh pelaku ke pos penjagaan Polisi.
“Awalnya itu saya di rumah, teman saya ini menerima telfon dari kakaknya yang mengaku mendapat masalah di depan kampus UG (Universitas Gorontalo). Saya dan teman langsung ke sana, begitu kami tiba masalah sudah selesai dengan saling meminta maaf,” jelas Abdul.
“Saat jalan pulang, saya dan teman di cegat dengan mobil oleh komandan itu. Begitu keluar dari mobil dia berteriak jangan lari, katanya kalau lari akan ditembak. Lalu dia mendatangi kami dan langsung menarik kerak saya dengan tangan kiri. Saya tanya, ada apa ini komandan? Kayanya jangan melawan. Saya bilang, komandan bukan saya yang berkelahi,” sambung korban.
Abdul menyampaikan, saat diseret ke pos penjagaan korban mendapat penganiayaan dengan pantat senjata yang mengenai mata kiri.
“Saat dibawah ke pos, komandan itu berkata ada hal apa kamu melawan kepada saya, saya ini polisi. Selesai bilang begitu, tiba-tiba (pantat) senjata kena mata kiri saya. Merasa sakit, saya langsung menangis,” tutur korban.
Korban mengaku sempat ditawari oleh pelaku untuk bawah ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Hasri Ainun Habibie, namun korban menolak dan meminta agar pelaku membelikan obat antibiotik dan tetes mata.
“Lalu kami pulang, tiba di rumah saya muntah darah. Teman saya langsung menghubungi salah satu Polisi memberitahukan kondisi saya. Tidak berselang lama komandan Taufik datang menjemput saya dengan sepeda motor di bawah ke RSUD Dunda Limboto. Begitu tiba di RSUD, mata saya langsung diperiksa kemudian diarahkan ke Rumah Sakit Bhayangkara,” tutur korban.
“Saat akan RS Bhayangkara, komandan ini menyarankan agar saya memberitahu (ke perawat) bahwa mata saya kena benturan, bukan (pantat) senjata. Saya bilang, kok begitu komandan. Saat jalan kami mampir lagi di Polres, komandan ini mengajak tiga rekannya menggunakan mobil menuju RS Bhayangkara,” tandas korban.
Tak terima atas perlakuan tersebut, keluarga korban mengadukan peristiwa itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Gorontalo dengan laporan penganiayaan.
“Kami selalu keluarga merasa keberatan, pasalnya anak kami mengalami luka di bagian mata. Kami sudah melaporkan kejadian ini ke Polda Gorontalo,” tegas Riska Masilu (33), warga Kelurahan Dutulanaa, Kecamatan Limboto selaku tante korban.
Hingga berita terbit, Kontras.id belum mendapatkan keterangan resmi dari pihak Kepolisian.
Penulis Thoger