Kontras.id, (Aceh) — Kapolres Lhokseumawe AKBP Eko Hartanto diminta serius mengusut tuntas dugaan pemalsuan tanda tangan Tuha Peut Gampong (Desa) Ule Pulo, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.
Ketua Tuha Peut Ule Pulo, Ali Murtala menegaskan, pengusutan tuntas kasus tersebut untuk mendapatkan kepastian hukum dan meredam polemik di desa setempat.
“Kami minta bapak Kapolres Lhokseumawe melalui penyidiknya agar serius menangani kasus pemalsuan yang kami laporkan beberapa waktu lalu,” tegas Ali, Senin 23/05/2022.
Ali mengungkapkan, sebelumnya ia bersama salah seorang anggotanya Hasyim Yusuf mendatangi unit SPKT Polres Lhokseumawe, Rabu 20 April lalu untuk membuat laporan polisi soal dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur pada pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun kurungan penjara.
Geuchik (Kepala Desa) Ule Pulo, Mawardi Syahdan beserta jajaran dituding telah melakukan pemalsuan tanda tangan pada lembar pengesahan APBG Ule Pulo tahun 2022. Tak tanggung-tanggung, seluruh tanda tangan Tuha Peut yang berjumlah 6 orang diduga dipalsukan.
“Sudah sebulan lebih sejak kita buat laporan di Mapolres, tapi belum ada pemeriksaan lebih lanjut. Masyarakat kami juga bertanya-tanya kepada kami sudah sejauh mana perkembangan penyelidikan,” kata Ali.
Dia berharap Kapolres Lhokseumawe beserta jajaran penyidik dapat mengusut kasus ini hingga menghasilkan putusan inkrach.
Terpisah, Kapolres Lhokseumawe, AKBP Eko Hartanto melalui Kasat Reskrim, AKP Zeska Julian Taruna Wijaya yang dihubungi melalui pesan singkat menyebutkan, pihaknya masih memberi peluang mediasi antara kedua belah pihak.
“Tetap akan dilaksanakan sesuai prosedur, namun kami masih memberi peluang untuk dilakukannya mediasi di tingkat gampong. Karena hal ini masih sejalan dengan program pak Kapolri tentang RJ (restorative justice),” ucap Zeska lewat aplikasi WhatsApp.
“Kasus ini tetap jalan atau naik ke tingkat sidik apabila sudah mencukupi 2 alat bukti,” tandas Zeska.
Penulis : Ahmad Mirzda