Example floating
Example floating
DaerahHeadlineHukumKriminalLegislatorPeristiwa

Mahasiswa Desak DPRD Kabupaten Gorontalo Gelar RDP Tuntaskan Kasus Kekerasan Aktivis

×

Mahasiswa Desak DPRD Kabupaten Gorontalo Gelar RDP Tuntaskan Kasus Kekerasan Aktivis

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa Gorontalo
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa sedang menyampaikan orasi di hadapan Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo, Anton Abdullah di depan Gedung DPRD setempat, Selasa 27 Mei 2025,(foto Istimewa).

Kontras.id, (Gorontalo) – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Gorontalo, Selasa 27/05/2025.

Mereka mendesak agar wakil rakyat memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mengusut mandeknya kasus dugaan pemukulan terhadap Presiden BEM Nusantara, Harun Alulu, yang saat ini ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal Khusus (Satreskrim) Polres Gorontalo.

Dalam orasinya, perwakilan mahasiswa, Naviq Gobel menyampaikan bahwa DPRD harus segera mengadakan RDP bersama pihak Satreskrim Polres Gorontalo untuk mempertanyakan tindak lanjut kasus tersebut yang hingga saat ini tidak ada perkembangan jelas.

“Kami mendesak DPRD untuk melakukan RDP bersama pihak Satreskrim Polres Gorontalo untuk mempertanyakan tindaklanjut kasus tersebut. Pasalnya, hingga saat ini penanganan kasus tersebut tidak jelas,” tegas Naviq.

Menurut Naviq, peran aktivis mahasiswa sangat penting sebagai kekuatan moral bangsa, penjaga nilai-nilai demokrasi, serta kontrol sosial terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Ia menambahkan, saat kebebasan berekspresi dan ruang berpikir kritis mahasiswa dihadapkan pada tindak kekerasan dan premanisme, maka hal itu menjadi tanda kemunduran demokrasi.

“Namun, saat kebebasan berekspresi dan ruang berpikir kritis mahasiswa dihadapkan pada tindak kekerasan dan premanisme, maka kita sedang menyaksikan kemunduran demokrasi,” ujar Naviq.

Naviq menilai bahwa aksi premanisme terhadap aktivis mahasiswa di Gorontalo bukan hanya melukai fisik korban, tetapi juga mencederai hak atas kebebasan bersuara dan rasa aman sebagai warga negara. Ironisnya, hingga kini kasus tersebut belum mendapatkan penyelesaian yang jelas dan adil.

“Premanisme terhadap aktivis mahasiswa adalah pelanggaran terhadap Pasal 28E UUD 1945, yang menjamin kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 30 ayat (1) yang menjamin perlindungan terhadap setiap individu dari kekerasan,” jelas Naviq.

Baca Juga: Penanganan Kasus Penganiayaan Aktivis Kabur, Mahasiswa Desak Kasat Reskrim Polres Gorontalo Dicopot

Lebih lanjut, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Gorontalo (FH-UG) ini menegaskan bahwa kode etik akademik mengharuskan kampus menjadi ruang yang aman untuk kebebasan berpikir, meneliti, dan mengkritik.

Oleh karena itu, kata Naviq, tindakan kekerasan yang dilakukan dengan unsur premanisme terhadap aktivis tidak bisa ditoleransi.

“Tindakan kekerasan dengan unsur premanisme terhadap aktivis adalah bentuk pembungkaman yang tidak bisa ditoleransi. Ini adalah ancaman nyata terhadap demokrasi kampus dan kebebasan sipil,” tegas Naviq.

Aksi mahasiswa ini mendapatkan perhatian serius dari anggota DPRD Kabupaten Gorontalo, Anton Abdullah yang menerima langsung massa aksi.

Anggota Fraksi PDI-P ini menyampaikan dukungannya terhadap aspirasi mahasiswa dan berjanji untuk menyampaikan permintaan mereka kepada pimpinan DPRD.

“Ini wajib disuarakan dan saya mendukung langkah ini. Saya pun berharap pada adik-adik aktivis untuk terus mengawal kasus ini. Untuk RDP nanti saya akan sampaikan pada pimpinan, insya Allah mendapatkan hasil yang sesuai,” tandas Anton.

Aksi yang berlangsung damai namun penuh semangat ini menggarisbawahi pentingnya peran mahasiswa dalam menjaga demokrasi dan kebebasan sipil di kampus.

Mahasiswa berharap, melalui RDP yang difasilitasi oleh DPRD, kasus ini akan mendapatkan perhatian lebih serius, sehingga pelaku kekerasan dapat segera diproses secara hukum.

Massa aksi yang tidak hanya terdiri dari mahasiswa Universitas Gorontalo ini juga menyuarakan bahwa tidak ada tempat bagi premanisme dalam dunia kampus dan kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

Mereka menuntut agar keadilan ditegakkan, tidak ada lagi yang merasa takut atau terintimidasi ketika menyuarakan pendapat.

Share :  
Example 120x600