Kontras.id, (Gorontalo) – DPRD Provinsi Gorontalo melalui Komisi I mulai merespons keluhan aparatur sipil negara (ASN) terkait pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang dinilai tidak adil. Sejumlah ASN mengeluhkan sistem pemotongan TPP yang diterapkan jika tidak membagikan informasi Pemprov di akun media sosial pribadi mereka, serta adanya ketimpangan besaran TPP antar pegawai.
Anggota Komisi I DPRD, Umar Karim, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengundang Pemerintah Provinsi Gorontalo pada Senin, (11/08/2025) untuk meminta penjelasan terkait kebijakan tersebut.
“Para pejabat TPP-nya sangat tinggi sedangkan staf sangat rendah, ini timpang dan tidak adil,” ujar Umar Karim, yang akrab disapa UK.
Ia menjelaskan, pemberian TPP diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2023 yang telah diubah melalui Pergub Nomor 1 Tahun 2025. Meskipun kebijakan tersebut telah mengatur enam kategori TPP, penerapannya dinilai tidak proporsional.
Adapun keenam kategori TPP itu meliputi: TPP berdasarkan beban kerja, prestasi kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, dan pertimbangan objektif lainnya. Namun, menurut UK, implementasinya sering kali tidak tepat sasaran.
“Seharusnya TPP berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada ASN di lingkungan kerja yang memiliki risiko tinggi, seperti Satpol, petugas pemadam kebakaran, petugas LLAJ, petugas bencana atau SAR, petugas lingkungan hidup yang berurusan dengan limbah, serta petugas medis di area rawan penularan penyakit,” jelasnya.
“Tapi kan faktanya sebagian diberikan kepada orang-orang yang kerja di belakang meja,” tambah UK.
Ia juga menyoroti penggunaan dokumen keputusan yang mencantumkan langsung nama-nama penerima TPP. Menurutnya, hal ini memunculkan kesan subjektif dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam proses distribusi tunjangan.
“Ada keputusan penerima TPP langsung menyebut nama penerima, ini janggal dan cenderung subjektif,” imbuhnya.
Umar menambahkan, anggaran TPP dalam APBD Provinsi Gorontalo mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, anggaran TPP tercatat sebesar Rp159 miliar, dan melonjak menjadi Rp322 miliar pada 2025. Meskipun di dalamnya termasuk Tunjangan Profesi Guru (TPG), nilainya tetap dinilai terlalu tinggi jika tidak berdampak langsung pada kesejahteraan ASN, khususnya di tingkat bawah.
“Kalau Pemprov tidak mampu membuktikan bahwa pemberian TPP sudah objektif dan adil, Komisi I pasti akan meminta melakukan perhitungan ulang dengan memberi porsi lebih baik kepada ASN di tingkat bawah,” pungkas UK.