Oleh: Ramli Antula, S.H., CPC., CPAdj.,(Praktisi Hukum).
Kontras.id, (Opini) – Fenomena global manga dan anime “One Piece” karya Eiichiro Oda telah merasuk ke berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Salah satu simbol paling ikonik dari waralaba ini adalah bendera “Jolly Roger” kru Topi Jerami – tengkorak dengan tulang bersilang yang mengenakan topi jerami khas Monkey D. Luffy. Para penggemar seringkali menggunakan bendera ini dalam berbagai acara komunitas, sebagai hiasan pribadi, atau bahkan dalam konvoi di jalanan.
Namun, di tengah euforia tersebut, muncul pertanyaan yuridis yang relevan, apakah pengibaran bendera fiksional semacam ini, terutama yang memiliki simbol tengkorak, diperbolehkan menurut hukum positif Indonesia?
Kerangka Hukum Utama UU No. 24 Tahun 2009
Regulasi primer yang mengatur tentang penggunaan bendera di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. harus dimulai dari sini untuk memahami batasan-batasan yang ada.
Fokus utama dari UU ini adalah untuk menjaga kehormatan dan kedaulatan simbol-simbol negara, yaitu:
– Bendera Negara: Sang Merah Putih;
– Bahasa Negara: Bahasa Indonesia;
– Lambang Negara: Garuda Pancasila;
– Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya
Pasal-pasal dalam UU No. 24 Tahun 2009, khususnya Bab II Bagian Keempat tentang Larangan (Pasal 24), secara spesifik melarang perbuatan-perbuatan yang merendahkan kehormatan Bendera Negara. Misalnya, merusak, menginjak-injak, membakar, atau menggunakan Sang Merah Putih untuk reklame komersial.
UU No. 24 Tahun 2009 tidak secara eksplisit melarang pengibaran bendera organisasi lain, bendera perusahaan, atau bahkan bendera fiksional dari karya seni. Fokus hukumannya adalah pada perlakuan terhadap simbol negara Indonesia. Dengan demikian, selama pengibaran bendera One Piece tidak disertai dengan tindakan merendahkan atau menghina Sang Merah Putih (misalnya, mengibarkannya di atas atau dengan posisi lebih terhormat dari bendera nasional), maka dari perspektif UU ini, tindakan tersebut tidak secara langsung melanggar hukum.
Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Ketertiban Umum dan Makar
Meskipun UU No. 24 Tahun 2009 tidak melarang, secara yuridis harus diperluas ke peraturan perundang-undangan lain, terutama KUHP, yang mengatur tentang ketertiban umum dan keamanan negara.
Gangguan terhadap Ketertiban Umum (Pasal 154 KUHP dan sejenisnya) Pasal 154 KUHP (dalam KUHP lama) melarang perbuatan yang menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia. Dalam konteks ini, simbol tengkorak pada bendera Jolly Roger secara historis diasosiasikan dengan perompakan, bahaya, dan pemberontakan.
Pertanyaannya adalah Bisakah pengibaran bendera One Piece ditafsirkan sebagai tindakan yang menimbulkan keresahan atau gangguan ketertiban umum? Unsur terpenting dalam hukum pidana adalah niat. Penggemar yang mengibarkan bendera ini umumnya berniat untuk menunjukkan identitas sebagai penggemar (ekspresi budaya pop), bukan untuk menyebarkan permusuhan terhadap negara atau menciptakan kekacauan. Niat mereka adalah merayakan sebuah karya fiksi, bukan mengancam tatanan sosial. Jika pengibaran bendera dilakukan dalam acara komunitas yang terkendali (misalnya, _cosplay event_ , _gathering_ penggemar) atau sebagai hiasan pribadi, dampaknya terhadap ketertiban umum sangat minim. Namun, jika dilakukan secara masif dalam konteks demonstrasi yang berpotensi ricuh atau di lokasi yang sensitif, aparat penegak hukum dapat menafsirkannya sebagai tindakan provokatif yang dapat mengganggu ketertiban umum, terlepas dari niat awal pelakunya.
Kejahatan terhadap Keamanan Negara (Makar – Pasal 106 & 107 KUHP)
Ini adalah interpretasi paling ekstrem namun tetap perlu diuraikan. Makar didefinisikan sebagai niat untuk menggulingkan pemerintah yang sah atau memisahkan sebagian wilayah negara (_separatisme_). Bendera seringkali menjadi simbol dari gerakan semacam ini.
Dalam cerita One Piece, kru Topi Jerami memang memberontak melawan “Pemerintah Dunia” (_World Government_). Secara naratif, bendera mereka adalah simbol pemberontakan. Namun, untuk dapat dijerat pasal makar, harus ada bukti konkret bahwa pengibar bendera di dunia nyata memiliki niat yang sama terhadap Pemerintah Republik Indonesia yang sah. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada penggemar One Piece di Indonesia yang mengibarkan bendera Jolly Roger dengan niat makar. Mereka memisahkan secara jelas antara dunia fiksi dan realitas politik kenegaraan. Tanpa adanya _mens rea_ (niat jahat) untuk melakukan makar, penggunaan simbol fiksional ini tidak dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap keamanan negara.
Simbolisme dan Kebebasan Berekspresi
Dari perspektif hak asasi manusia, pengibaran bendera One Piece dapat dilihat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi (Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945). Penggemar mengekspresikan kesukaan dan identitas mereka sebagai bagian dari komunitas budaya pop global. Kebebasan ini tentu memiliki batasan, yaitu tidak boleh melanggar hak orang lain, ketertiban umum, dan nilai-nilai agama serta kesusilaan. Selama ekspresi ini dilakukan dalam batas kewajaran dan tidak mengganggu tatanan publik, maka ia dilindungi oleh konstitusi.
Kesimpulan
Secara yuridis, dapat disimpulkan bahwa secara umum tidak dilarang, Tidak ada undang-undang di Indonesia yang secara spesifik melarang pengibaran bendera fiksional seperti “Jolly Roger” One Piece. Fokus utama UU No. 24 Tahun 2009 adalah melindungi kehormatan simbol negara Indonesia, bukan melarang simbol lainnya.
Konteks dan Niat adalah Kunci, legalitas suatu tindakan sangat bergantung pada konteks (_context_) dan niat (_mens rea_) pelakunya.
Tindakan Legal jika pengibaran sebagai atribut pribadi, di acara komunitas, atau dalam lingkungan privat yang menunjukkan ekspresi kegemaran terhadap budaya pop. Potensial Ilegal, Jika pengibaran bendera dilakukan secara provokatif, dalam jumlah besar yang memicu keresahan publik, atau mengganggu ketertiban umum. Dalam kasus ini, pelakunya dapat dijerat dengan pasal-pasal gangguan ketertiban umum dalam KUHP, bukan karena benderanya itu sendiri, melainkan karena akibat dari perbuatannya. Menjadi Sangat Ilegal, Jika bendera tersebut diadopsi oleh sebuah gerakan nyata yang bertujuan melakukan makar atau separatisme terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga bagi para penggemar One Piece di Indonesia, mengibarkan bendera Jolly Roger Topi Jerami pada dasarnya adalah tindakan yang berada dalam koridor hukum, selama dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak melanggar norma sosial serta ketertiban umum. Ini adalah manifestasi dari persinggungan antara budaya pop global, kebebasan berekspresi, dan kerangka hukum negara.