Kontras.id, (Bolmut) – Ironi mengiringi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara.
Alih-alih merayakan semangat perjuangan buruh, sejumlah tenaga kerja di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolmut justru menghadapi kenyataan pahit: dipecat secara sepihak tanpa kompensasi.
Para buruh ini merupakan pekerja bulanan di bawah PT PP, salah satu subkontraktor dalam proyek pembangunan PLTU. Mereka mengaku diberhentikan secara mendadak tanpa penjelasan memadai dan tanpa menerima hak-hak dasar ketenagakerjaan.
“Kami kaget, tiba-tiba disuruh berhenti. Alasannya karena tidak ada kontrak kerja tertulis. Padahal kami sudah kerja lebih dari setahun,” ungkap salah satu pekerja yang enggan namanya tidak disebutkan, O1/05/2025.
Lebih menyakitkan lagi, ketiadaan dokumen kontrak malah dijadikan alasan untuk menolak membayar pesangon, upah lembur, dan kompensasi lainnya. Beberapa pekerja bahkan memiliki bukti jam lembur hingga ratusan jam yang tak pernah dibayar.
“Saya punya catatan lembur 180 jam. Tapi mereka bilang saya bukan karyawan tetap, jadi nggak dibayar,” katanya.
Kondisi ini memantik reaksi keras dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Bolmut. Ketua DPC SBSI, Samsudin Olii, menegaskan bahwa alasan tidak adanya kontrak kerja tidak membebaskan perusahaan dari kewajiban hukum.
“Itu justru menunjukkan kelalaian perusahaan. Hak buruh tetap harus dibayarkan, kontrak atau tidak kontrak,” tegas Samsudin kepada Kontras.id.
Pihak PT PP saat dikonfirmasi enggan memberikan tanggapan. Manajer Administrasi Proyek, Ikbal justru menyampaikan penolakan secara eksplisit kepada wartawan.
“Yang pertama, saya tidak ada kewajiban menjawab saudara. Yang kedua, ini bukan jam kerja. Bedakan mana karyawan PKWT, karyawan lepas, atau harian,” katanya via telfon WhatsApp.
Sementara itu, para pekerja berencana menempuh jalur hukum dan melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja Bolmut. Mereka menuntut keadilan dan hak yang selama ini diabaikan.
May Day yang seharusnya menjadi simbol kemenangan buruh atas eksploitasi, justru menjadi pengingat getir bahwa perjuangan pekerja belum usai, terutama bagi mereka yang terbuang diam-diam, tanpa perlindungan, dan tanpa suara.