Kontras.id, (Gorontalo) – Pengadaan persediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Rumah Sakit Tani dan Nelayan (RSTN) Boalemo diduga melanggar ketentuan.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Gorontalo tahun 2023, ditemukan bahwa pembelian obat dan BMHP pada instalasi farmasi RSTN tidak sesuai dengan batas waktu kedaluwarsa yang diatur.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa anggaran pengadaan obat dan BMHP RSTN pada tahun anggaran 2023 mencapai Rp 1.668.487.296,12. Namun, hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa beberapa obat yang dibeli memiliki masa kedaluwarsa kurang dari dua tahun sejak diterima.
Hal ini bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/238/2017, yang mengharuskan obat dan perbekalan kesehatan memiliki batas kedaluwarsa minimal 12 bulan saat diterima.
Menurut pemeriksaan, pihak Instalasi Farmasi RSTN menentukan sendiri batas kedaluwarsa minimal 12 bulan dengan mempertimbangkan waktu pengiriman dan jenis obat. Namun, temuan BPK menunjukkan bahwa hingga 30 April 2024, masih terdapat sisa persediaan obat sebesar Rp 87.939.443,37 yang berpotensi kadaluarsa dalam waktu kurang dari 24 bulan.
Direktur RSTN, dr. Rahmawati Dai mengakui adanya pembelian obat yang mendekati masa kadaluarsa. Ia menjelaskan bahwa kondisi tersebut terjadi karena situasi mendesak dan terbatasnya stok obat di distributor.
“Ada obat yang dibeli 6 bulan sebelum masa kadaluarsa karena sifatnya emergensi. Namun, obat itu habis terpakai sebelum kedaluwarsa, bahkan kurang dari 1 bulan,” ungkap Rahmawati saat dihubungi awak media, Minggu 17/11/2024.
Rahmawati menambahkan bahwa pembelian obat dengan masa kedaluwarsa 12–18 bulan juga dilakukan secara bertahap untuk pemakaian selama tiga bulan.
“Obat tersebut habis terpakai semua karena masih memiliki waktu 1 tahunan, dan pembeliannya dilakukan sedikit-sedikit,” tandas Rahmawati.