Example floating
Example floating
DaerahHeadlineHukum

Laporan Soal Pelaku PETI di Pohuwato Mulai Penyelidikan, BEM Apresiasi Kapolda Gorontalo

×

Laporan Soal Pelaku PETI di Pohuwato Mulai Penyelidikan, BEM Apresiasi Kapolda Gorontalo

Sebarkan artikel ini
BEM Provinsi Gorontalo
Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Pudji Pudji Prasetijanto Hadi (kiri) bersama Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo, Man'uth M. Ishak (kanan),(foto Istimewa).

Kontras.id, (Gorontalo) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Provinsi Gorontalo mengapresiasi langkah tegas Kapolda Gorontalo Irjen Pol. Pudji Pudji Prasetijanto Hadi yang telah menindaklanjuti laporan soal para pelaku Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato.

“Kami Apresiasi langkah tegas Kapolda Gorontalo menindaklanjuti aduan BEM Provinsi Gorontalo,” kata Koordinator BEM Provinsi Gorontalo, Man’uth M. Ishak kepada Kontras.id di salah satu warung kopi di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Sabtu 07/09/2024.

Man’uth menegaskan bahwa aktivitas alat berat jenis ekskavator di PETI Pohuwato yang cukup masif, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Sehingga, kata dia, BEM Provinsi Gorontalo berkomitmen untuk kemaslahatan orang banyak bukan untuk kelompok penikmat sesaat.

“Komitmen kami adalah untuk kemaslahatan yang lebih besar dibanding kelompok penikmat sesaat. Kerusakan yang diakibatkan oleh PETI sangat parah, dan jika ini dibiarkan maka anak cucu yang akan datang tidak bisa menikmati keindahan alam bumi panua,” tegas Man’uth.

“Sebgai contoh berdasarkan pengamatan kami, Air Sungai Tihu’o tercemar. Aliran sungai di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo rusak parah akibat dampak aktivitas tambang emas ilegal,” sambung Man’uth.

Baca Juga: Laporkan Para Pelaku PETI di Pohuwato, BEM Provinsi Penuhi Panggilan Polda

Man’uth mengungkapkan bahwa Sungai Tihu’o merupakan sumber air bagi lahan pertanian warga di Kecamatan Dengilo. Namun karena dampak pertambangan ilegal, sawah-sawah milik petani di sekitar tak bisa dimanfaatkan lagi. Dan warga Desa Popaya sangat merasakan itu.

“Sungai Tihu’o juga sumber air bagi lahan pertanian warga. Sawah dan lahan pertanian di Kecamatan Dengilo sangat bergantungan dari aliran air sungai ini. Meurut beberapa masyarakat sekitar, saat kemarau sungai ini jadi sumber air petani untuk sawah-sawah dan pertanian lain agar tak gagal panen,” ungkap Man’uth.

“Semua berubah setelah ada pertambangan emas ilegal. Awalnya, pertambangan hanya skala kecil di bantaran sungai dengan alat seadanya. Penambang juga tak banyak, hanya warga Desa Karya Baru. Seiring waktu, pertambangan emas ilegal ini makin hari makin besar. Orang-orang yang beraktivitas juga bertambah,” lanjut Man’uth.

Man’uth menyampaikan bahwa sejak tahun 1990-an, sudah ada warga di Pohuwato menambang emas. Baik itu warga lokal, ada juga warga dari Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Sulawesi Utara (Sulut) ikut menambang di lokasi PETI Dengilo.

“Pada 2014, mulai ada orang pakai eksavator untuk membongkar bumi. Alat berat cukup banyak. Seperti pada tahun 2022, ada sekitar 104 eksavator beroperasi. Sejak 2020, sawah sekitar satu hektar tak bisa dipakai. Lahan sudah tercampur lumpur aktivitas tambang emas. Tanaman padi jadi cepat menguning dan sangat kerdil, akhirnya pertumbuhan padi tidak maksimal. Semua itu karena sudah banyak lumpur hasil pertambangan di Desa Karya Baru,” terang Man’uth..

Baca Juga: Diperiksa Selama 3 Jam Terkait Pelaku PETI Pohuwato, Ini Penjelasan Man’uth Ishak

Man’uth mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian Department of Ecology and Disaster Management, di Institute for Humanities and Development Studies (InHIDES), Pemerintah Daerah (Pemda) Pohuwato dan Pemerintah Provinsi (Pemprov Gorontalo harus segera menertibkan penambang emas ilegal dengan melibatkan aparat penegak hukum (APH). Jika tidak, maka bencana akan menghampiri sejalan dengan waktu.

“Setelah itu, harus ada aksi membersihkan permukaan tanah tercemar, dan menimbun kembali lubang-lubang yang sudah ada, serta harus reboisasi lahan-lahan yang gundul,” kata Man’uth.

Man’uth menjelaskan bawah penelitian tersebut diperkuat oleh laporan Dinas Lingkungan Hidup Pohuwato awal 2022 lalu. Dimana DLH setempat telah mengidentifikasi kerusakan lingkungan karena aktivitas tambang ilegal. Hasilnya, sekitar 90 persen sawah sekitar tercemar limbah pertambangan berupa sedimentasi yang berdampak buruk terhadap produktivitas pertanian.

“Belum lagi dampak untuk kesehatan,.salah satunya mengelola emas dengan merkuri (Hg) akan mengancam kesehatan. Ini merupakan contoh kecil dari serangkaian bukti kerusakan yang cukup parah yang ditimbulkan oleh PETI. Jika dibiarkan terus, maka konsekuensi logis yang harus diterima adalah bencana,” jelas Man’uth.

“Untuk itu semua proses telah kami serahkan kepada pihak kepolisian, data dan bukti pendukung telah kami lampirkan. Kami percaya pihak kepolisian akan berdiri di atas kebenaran dan asas kebermanfaatan yang berkelanjutan. Kami mewakili nelangsa warga dan alam sekitar lingkar tambang. Dimana ada tambang disitu ada penderitaan dan kerusakan lingkungan,” tandas Man’uth.

Share :  
Example 120x600