Kontras.id (Gorontalo) – Puluhan Mahasiswa Gorontalo yang tergabung dalam Aliansi Peduli Demokrasi, melakukan demonstrasi di depan Universitas Gorontalo, Jum’at 25/09/2020.
Aliansi yang terdiri dari mahasiswa asal Indonesia timur termaksud mahasiswa Papua, bertujuan mengomentari tragedi yang terjadi di Universitas Khairun Ternate Maluku Utara.
Dimana tragedi tersebut, mereka menilai pihak kampus tidak memiliki landasan hukum yang jelas untuk melakukan Drop Out (DO) kepada mahasiswa yang hanya melakukan aksi damai dalam mendesak pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Papua pada Desember 2019 lalu.
Sehingga, dalam aksi ini, mereka mendesak pihak kampus Universitas Khairun harus segera mencabut SK Drop Out (DO) kepada 4 Orang mahasiswa yang telah di keluar dari kampus. Sebab, mereka menilai 4 orang tersebut tidak sama sekali bersalah, dan landasan hukum dalam SK rektor Universitas Khairun tersebut tidak ada.
“4 orang mahasiswa Universitas Khairun telah di DO usai melakukan aksi damai dalam mendesak Pelanggaran HAM, dan pembungkaman demokrasi yang terjadi di Papua. Sehingga kami turun ke jalan, untuk 4 mendesak agar SK DO yang dibuat oleh Rektor Universitas Khairun segarah di cabut,” kata Yulyasa Yustika Soleman Uli.
Dia menjelaskan, SK Rektor yang mengeluarkan atau melakukan Drop Out kepada 4 orang mahasiswa universitas Khairun itu berdasarkan pertimbangan Kepolisian, padahal hal itu tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
“Saat mereka melakukan demonstrasi pada tanggal 1 Desember 2019 kemarin, itu adalah Aksi damai, atau Aksi solidaritas, tidak ada fasilitas umum yang dirusaki, tidak ada hal-hal yang anarkistis terjadi, jadi tidak masuk akal jika 4 orang mahasiswa itu di DO,” jelasnya
“Melainkan, meraka di tuduh makar, dan mengeluarkan atau Drop Out (DO) kepada 4 orang mahasiswa yang melakukan aksi solidaritas pada saat itu, ini sangat aneh,” sambungnya
Selain itu, pihaknya menutut kepada pemerintah agar segara membebaskan semua tahanan politik yang ada di papuu, serta membuka ruang demokrasi di seluruh Indonesia dan lebih khusus diwilayah Papua.
“Secara nasional, ruang demokrasi sudah mengalami degradasi yang sangat luar biasa, sehingga kami meminta pemerintah harus membuka ruang demokrasi di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya
Dia menegaskan, pihaknya yang juga berasal dari wilayah timur akan tetap melakukan aksi, sampai keadilan di wilayah Indonesia timur khususnya di wilayah Papua itu bisa ada.
“Memang kalau orang Papua melakukan aksi, pasti baut Masyarakat atau aparat ini cukup, aneh, bahkan kita di intimidasi, tapi aksi-aksi ini tetap kita akan lakukan sampai ada keadilan di wilayah Papua,” pungkasnya
Penulis : Tim
Redaktur : Anas Bau