Example floating
Example floating
Ekonomi

Quo Vadis Perekonomian Gorontalo

×

Quo Vadis Perekonomian Gorontalo

Sebarkan artikel ini

Jalan Panjang Menuju Masyarakat Sejahtera, Adil dan Makmur

Oleh : Prof. Fahrudin Olilingo

Kontras.id, (Gorontalo) – Memasuki tahun 2022 analogi dengan usia manusia merupakan tahun menuju kedewasaan bagi Provinsi Gorontalo karena menurut ukuran WHO batas usia remaja bagi manusia 15 – 19 tahun. Usia Provinsi Gorontalo dihitung dari pelantikan PLT Gubernur Gorontalo Bapak Tursandi Alwi 16 Februari 2001 berarti Provinsi ini tahun 2022 sudah memasuki usia 22 tahun.

Memasuki usia dewasa bila dianalogikan dengan usia manusia berarti mulai dari kondisinya saat ini, pola pikirnya, pola tindakannya sudah bisa dibayangkan ke arah mana masa depannya.

Tulisan ini mengambil judul Quo Vadis Perekonomian Gorontalo yang mengandung makna dan pertanyaan ke arah mana yang akan dituju (quo vadis dalam Bahasa latin berarti ke arah mana akan pergi). Tujuan yang ingin dicapai setelah melepaskan diri dari Provinsi Sulawesi Utara adalah ingin percepatan dalam mewujudkan masyarakat Gorontalo yang sejahtera, adil dan Makmur.

Ada dua indikator utama yang penulis gunakan dalam mendiagnosa capaian dan persoalan yang mesti fokus dituntaskan dalam mencapai tujuan utama tadi yaitu persoalan kemiskinan dan kemandirian. Masalah kemiskinan sudah tidak asing lagi bagi kita dengan menggunakan berbagai indikator baik Statistik, BKKBN, WHO hingga Bank Dunia tetap akan menggambarkan keterbelakangan dalam capaian indikator kesejahteraan masyarakat.

Demikian halnya kemandirian yang menggambarkan keberdayaan dalam menangani serta mengatasi permasalahan pembangunan juga akan menggambarkan suatu kesuksesan dan prestasi dalam mengelola pembangunan.

Dua indikator ini penting untuk diketengahkan sekaligus menjadi panduan kita dalam menilai prestasi pembangunan bagi masyarakatnya juga pemimpinnya baik Gubernur, Bupati dan Walikota. Seringkali kita masih terjebak pada indikator pertumbuhan ekonomi, IPM dll yang pada dasarnya indikator tersebut hanya menggambarkan proses bukan hasil.

Semenjak Provinsi Gorontalo terbentuk kita sudah menurunkan angka kemiskinan secara gradual dari tahun 2002 sebesar 32,12 % hingga tahun 2020 menjadi 15,52 %. Suatu prestasi luar biasa sekaligus mengandung pertanyaan apakah ini realistis atau hanya koreksi atas data berhubung dalam waktu yang relative singkat angka kemiskinannya menurun drastis.

Dalam beberapa tahun terakhir angka kemiskinan sudah agak stagnan sehingga kita sukar keluar dari kelompok 5 provinsi termiskin di Indonesia. Demikian juga tingkat kemandirian ekonomi yang tergambar dari raihan Pendapatan Asli Daerah sangat sukar ditingkatkan. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari pajak dan retribusi, hasil BUMD serta pengelolaan kekayaan daerah yang dipungut dari masyarakat karena adanya kegiatan usaha baik individual maupun lembaga. Semakin tinggi PAD menunjukkan semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.

Hasil pengamatan atas data publikasi yang ada peningkatan PAD cukup kecil dibandingkan dengan peningkatan atas belanja untuk pelayanan publik sehingga tingkat ketergantungan terhadap dana transfer pusat melalui DAK dan DAU masih cukup besar. Hasil kajian Ibnu Jani (2014) terhadap indeks ketergantungan dari 34 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa Provinsi Gorontalo tergolong memiliki ketergantungan cukup tinggi yaitu sebesar 77,20 %.

Hasil penelitian ini diperkuat lagi oleh penelitian dari Endang Susilawati Dahri (2021) dengan mengambil data tahun 2015-2019 menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal Provinsi Gorontalo sebesar 19,91 % yang berarti ketergantungan Provinsi ini atas dana pusat sebesar 80,09 %.

Dari dua kurun waktu penelitian tersebut telah memperkuat argument bahwa tingkat ketergantungan kita terhadap dana pusat tidak mengalami pengurangan yang signifikan bahkan sebaliknya. Lalu ke arah mana jalan yang mesti dipilih agar tujuan kita akan tercapai untuk mensejahterakan masyarakat.

Dari publikasi tentang potensi ekonomi Gorontalo cukup membanggakan bahkan ditunjang dengan produksi jagung dan perikanan yang cukup fantastis. Lalu mengapa kita masih menghadapi permasalahan yang mendasar dalam pengentasan kemiskinan dan menaikkan kemandirian daerah.

Hal ini perlu perenungan diawal tahun 2022 ini untuk segera introspeksi semua lini mulai dari masyarakat, ASN, Wakil Rakyat, pelaku usaha hingga pemimpin Walikota, Bupati dan Gubernur. Perlu dalam tinduk tanduk kita didasarkan atas Akhlakul Karimah, menyatukan antara perkataan dan perbuatan serta penegakan hukum secara konsisten tanpa pandang bulu.

Penulis : – Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo dan Pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Gorontalo

Share :  
Example 120x600