Kontras.id, (Gorontalo) – Ketua Komisi l DPRD) Kabupaten Gorontalo, Syarifudin Bano meminta pemerintah daerah mengevaluasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berdasarkan regulasi yang ada.
“Kami meminta evaluasi BPD kerena itu wajib, ada regulasinya,” tegas Syarifudin kepada media ini, Jumat 18/06/2021.
Syarifudin mengatakan, BPD merupakan mitra Kepala Desa yang tugasnya setiap saat melakukan pengawasan, perencanaan dan pembentukan regulasi ditingkat desa.
“Nah kalau tidak sering hadir, akan diketahui dari mana yang terjadi di desa? Apalagi anggaran desa yang tak sedikit, apakah BPD melakukan tupoksinya sesuai dengan aturannya atau tidak?” tanya Syarifudin.
Syarifudin mengungkapkan, sesuai penelusuaran DPRD di lapangan, kinerja BPD selama ini tidak maksimal. Sebab ada anggota mapun Ketua BPD yang rangkap jabatan, seperti guru, tenaga kesehatan dan lainnya yang dipilih hanya karena ditokohkan di desa tersebut.
“Tidak masalah jika mereka bisa membagi waktu, karena dalam regulasinya diperbolehkanASN. Tapi ada tuntutannya, yakni anggota BPD mengikuti jam kerja. Bagaimana seorang guru dituntut harus mengajar sementara diwaktu bersamaan juga dituntut kehadirannya untuk melakukan pengawasan bila ada rapat di desa? Tidak mungkin raganya harus dibelah dua,” tutur Syarifudin.
Syarifudin berharap anggota BPD yang dipilih dari ketokohannya tidak mempunyai tugas dan fungsi ganda, tapi orang-orang yang benar-benar mampu melaksanakan tupoksinya sesuai jam kerjanya. Karena mereka digaji sebagai anggota BPD juga digaji sebagai ASN.
“Coba bandingkan dengan para guru honorer, atau tenaga abdi yang dari pagi sampai sore bekerja tetapi gajinya tak seberapa dengan gaji BPD. Sehingga evaluasi BPD perlu bahkan wajib dilakukan,” tandas Aleg dapil Boliyohuto cs ini.
Sementara menurut Ketua BPD se-Kabupaten Gorontalo, Riyon Ali, evaluasi BPD tidak perlu diminta oleh DPRD ke pemerintah daerah, karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban Bupati untuk melakukan evaluasi kinerja BPD melalui laporan kinerja yang dimasukkan tertulis kepada bupati selambat lambatnya 4 bulan setelah tahun penganggaran.
“Itu diatur pada pasal 61 Perda no 15 tahun 2018 tentang BPD turunan dari permendagri nomor 110 tahun 2016 tentang BPD,” ungkap Riyon.
Riyon menjelaskan, soal kinerja BPD ada beberapa point yang akan menjadi indokator penilaian, diantanya berapa kali BPD melakukan rapat. Karena diatur dalam Perda, BPD minimal hadir dan dilaksanakan dalam rapat selama 4 kali dalam sebulan. Konsekwensi anggota BPD tidak menghadiri rapat selama 4 kali dalam sebulan, maka anggota BPD tersebut tidaka akan menerima tunjangan.
“Keliru BPD menerima dua kali anggaran, sebab mereka tidak menerima gaji tetapi tunjangan. Sama halnya dengan senior di DPRD, selain mendapat gaji pokok juga mendapatkan tunjangan,” jelas Riyon.
“Tunjangan BPD berbeda-beda, sesuai dengan kinerja anggota BPD. Contoh, sebagai ASN hanya mendapatkan satu tunjangan, sementara BPD jika sesuai dengan aturan harusnya mendapatkan tiga model tunjangan, walaupun saat ini baru ada satu tunjangan yang bisa terpenuhi,” sambung Riyon.
Jika bicara tunjangan kata Riyon, dinilai dari kinerja, tugas dan fungsi BPD saat ini tak sepadan. Sebab anggota BPD hanya enerima tunjangan Rp 625 ribu perbulan.
“Jika diukur 4 kali rapat satu bulan, maka satu kali melakukan rapat hanya dibayar Rp 125 ribu. Alhamdulillah sebelum Covid-19 kemarin pak bupati sudah menaikkan tunjangan 3 kali lipat dari awalnya hanya Rp 200 ribu. Terakhir di 2019 tunjangan sudah bervariasi, dari anggota Rp 625 ribu, wakil ketua dan sekretaris Rp 875 ribu, sementara ketua BPD Rp 1.250 ribu,” tandas Riyon.
Penulis : Thoger
Editor Anas Bau