Kontras.id, (Bolmut) – Kelangkaan solar di SPBU Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) dikeluhkan para petani, nelayan hingga sopir truk.
Setiap kali solar datang, antrean kendaraan langsung memadati halaman SPBU hingga ke jalan. Banyak yang sudah tiba sebelum matahari terbit, namun tetap tidak kebagian.
Kelangkaan yang terjadi hingga berminggu-minggu tersebut, membuat para nelayan gagal melaut, petani menunda operasional, dan sopir truk terhambat mengangkut hasil pertanian.
Namun hingga kini, baik Pertamina maupun pemerintah daerah belum memberikan langkah konkret. Sementara di lapangan, pertanyaan warga hanya satu. Kenapa solar selalu habis, dan pasokan selalu terlambat?
“Sudah beberapa kali kami datang pagi-pagi, tapi solar cepat habis. Kadang dapat, kadang tidak. Padahal kami butuh untuk melaut,” ujar Abdul Mutalib Hassan, nelayan Bintauna, Rabu 19/11/2025.
Sopir angkutan barang yang mengangkut hasil pertanian juga mengeluhkan dampak serupa. Jadwal distribusi menjadi berantakan dan biaya operasional melonjak.
“Setiap solar masuk antre panjang, sering tidak kebagian. Terlalu sering begini,” kata seorang sopir truk.
Pihak SPBU Bintauna tidak menutup-nutupi kenyataan bahwa pasokan solar bersubsidi jauh dari kata cukup.
“SPBU Bintauna dapat pasokan 8.000 liter. Itu kadang masuk satu minggu, kadang dua minggu baru masuk solar,” ungkap pengelola SPBU, Feby Mamahit.
Kelangkaan berulang ini memantik reaksi dari Anggota DPRD Bolmut Dapil III, Abdul Mulo Daeng Mulisa, yang mendesak Pertamina dan Pemda turun tangan segera.
“Saya pikir penambahan kuota solar di SPBU Bintauna adalah hal yang rasional, urgensi, dan sangat mendesak,” tegas Mulo.
Ia mengaku sudah memantau langsung kondisi SPBU Bintauna dan berdiskusi dengan pengelola.
“Penambahan kuota solar di SPBU Bintauna itu wajib, demi memenuhi kebutuhan masyarakat,” terangnya.














