Kontras.id, (Gorontalo) – Aksi unjuk rasa menuntut penindakan tegas terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di depan Polda Gorontalo pada Rabu 5 November 2025 kemarin berakhir ricuh, Presiden BEM Universitas Gorontalo, Erlin Adam meminta Kapolri mencopot Kapolda Gorontalo.
Erlin mengatakan bahwa kericuhan terjadi karena ulah aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif terhadap peserta aksi. Salah satu yang menjadi korban, kata Erlin, adalah Presiden BEM Universitas Ichsan Gorontalo, Lutfi Juniarsyah yang mendapatkan perlakuan kasar saat berupaya menenangkan massa.
Erlin menyampaikan bahwa insiden ini memicu kecaman luas dari berbagai kalangan aktivis kampus. Mereka menilai tindakan aparat menunjukkan gagalnya kepemimpinan kepolisian di tingkat daerah.
“Kami mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolda Gorontalo. Tindakan represif ini membuktikan bahwa kepemimpinan di tingkat daerah gagal memahami prinsip dasar negara hukum dan hak demokratis warga,” tegas Erlin kepada Kontras.id, Kamis 06/11/2025.
Menurut Erlin, aparat bersikap keras kepada mahasiswa tetapi tampak longgar terhadap aktivitas tambang ilegal yang terus beroperasi di sejumlah wilayah. Ia menyebut bahwa mahasiswa hanya menuntut penegakan hukum sesuai mandat konstitusi dan regulasi, mulai dari UU Minerba hingga UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Di Pohuwato, Bone Bolango, dan Boalemo, tambang ilegal beroperasi tanpa izin, tanpa pajak, dan tanpa sanksi. Tapi ketika mahasiswa bicara soal kebenaran, justru mendapatkan tindakan represif,” ujar Erlin.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi krisis rasionalitas hukum,” lanjut Erlin.
Ia menegaskan bahwa penggunaan kekerasan hanya menunjukkan lemahnya legitimasi aparat di mata publik. Pendekatan koersif, kata dia, bertentangan dengan prinsip negara hukum yang mestinya mengedepankan dialog dan rasionalitas.
“Persoalan yang kami suarakan berakar pada dugaan keterlibatan jaringan ekonomi, politik di balik operasi PETI. Kami memiliki data mengenai oknum aparat yang diduga menerima setoran rutin dari pengusaha tambang,” kata Erlin.
Ia mengatakan bahwa BEM Universitas Gorontalo bersama elemen mahasiswa lintas kampus mengajukan tiga tuntutan utama dalam pernyataan sikap mereka, diantaranya meminta Kapolri mencopot Kapolda Gorontalo karena dianggap gagal mengendalikan bawahannya.
“Kami juga meminta pembentukan Tim Independen Nasional untuk mengusut keterlibatan aparat dan pejabat daerah dalam aktivitas PETI, dan meminta pemulihan hak demokrasi mahasiswa serta penghentian kriminalisasi gerakan rakyat,” ujar Erlin.
Ia menegaskan bahwa tuntutan ini bukan reaksi emosional, melainkan dorongan moral dan rasional untuk memulihkan marwah hukum.
“Mahasiswa tidak menuntut jabatan, tapi menuntut keadilan. Jika Kapolri tidak berani menindak bawahannya, maka hukum kehilangan wibawa dan negara kehilangan rasionalitasnya,” tandas Erlin.














