Kontras.id, (Gorontalo) – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo menggelar rapat dengar pendapat umum bersama sejumlah pihak terkait permasalahan pembebasan lahan untuk pembangunan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Provinsi Gorontalo.
Rapat yang berlangsung di Ruang Dulohupa DPRD, Senin (3/11/2025) itu dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Fadli Poha, dan dihadiri oleh perwakilan Kanwil Pemasyarakatan Provinsi Gorontalo, Lapas Perempuan, Kanwil BPN Provinsi serta Kabupaten Gorontalo, Dinas PUPR, Lurah Hutuo, serta masyarakat pengadu.
Ketua Komisi I, Fadli Poha, menegaskan bahwa persoalan ini harus segera diselesaikan karena masyarakat sudah terlalu lama menunggu kepastian pembayaran lahan mereka.
“Pembayaran ganti rugi belum direalisasikan, rakyat hanya menerima janji-janji dan tidak jelas kapan pembayaran dilakukan. Untuk itu kami melaksanakan rapat pada hari ini dengan mengundang semua pihak-pihak terkait,” ujar Fadli.
Sementara itu, Fajrin, salah satu perwakilan masyarakat pengadu, menyampaikan bahwa persoalan ini sudah berlangsung cukup lama tanpa kejelasan.
“Sebagaimana surat yang saya sampaikan ke DPRD Provinsi Gorontalo, bahwa permasalahan ini sudah berlangsung 6 tahun. Pembebasan dilakukan tahun 2019. Alasan tidak dilakukan pembayaran karena masyarakat tidak punya sertifikat. Ini dinilai tidak adil karena nyatanya ada masyarakat lain yang menerima pembayaran meskipun tidak punya sertifikat,” jelasnya.
Anggota Komisi I, Fikram Salilama, menyoroti lambannya tindak lanjut pemerintah provinsi dalam menangani permasalahan tersebut.
“Persoalan ini tidak ada hubungan dengan pihak Lapas karena mereka hanya penerima. Yang kami soroti di sini adalah pihak pemerintah provinsi yang sampai sekarang belum memberikan kepastian kepada masyarakat. Ini penzoliman kepada rakyat. Hak mereka diambil dengan iming-iming akan dibayarkan,” ungkap Fikram.
Ia menilai pola penanganan seperti ini sudah sering terjadi di berbagai daerah, termasuk pada sejumlah proyek sebelumnya.
“Banyak tanah-tanah rakyat yang sudah dibebaskan tetapi pembayarannya belum dilakukan sampai sekarang, masyarakat digantung. Cara kerja apa seperti ini, tolong dibenahi. Jangan ada argumen bahwa karena belum ada uang, belum ada anggaran,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi I lainnya, Femmy Kristina Udoki, yang menilai masyarakat berada dalam posisi sulit akibat ketidakjelasan status lahan tersebut.
“Alasan utama kenapa 6 tahun ini digantung? Tidak ada kepastian tanah ini diambil atau tidak. Tanda tangan MoU itu berapa hektar sebenarnya? Apakah sudah termasuk lahan-lahan yang belum dibayarkan ini. Masyarakat kasihan dilema, karena di sisi lain mereka masih merasa bahwa tanah itu milik mereka,” ucap Femmy.
Melalui rapat tersebut, Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti aduan masyarakat dan meminta pihak pemerintah provinsi memberikan kejelasan serta kepastian hukum atas penyelesaian pembayaran ganti rugi tanah dimaksud.














