Example floating
Example floating
DaerahHeadlineLegislator

BK DPRD Provinsi Gorontalo Didesak Beri Sanksi Berat Wahyudin Moridu

×

BK DPRD Provinsi Gorontalo Didesak Beri Sanksi Berat Wahyudin Moridu

Sebarkan artikel ini
Wahyudin Moridu
Wahyudin Moridu,(foto Istimewa).

Kontras.id, (Gorontalo) – Rekaman video viral menampilkan anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PDI Perjuangan, Wahyudin Moridu yang berucap seakan ingin ‘merampok uang negara’ menimbulkan gelombang kritik keras dari masyarakat.

Publik menilai ucapan tersebut tidak hanya tidak pantas, tetapi juga merusak citra lembaga wakil rakyat.

Badan Kehormatan (BK) DPRD sudah menetapkan agenda pemanggilan kepada Wahyudin. Meski demikian, dorongan agar BK menjatuhkan sanksi tegas hingga pencopotan jabatan semakin kuat terdengar.

Ketua BK DPRD, Fikram Salilama, menegaskan bahwa pihaknya telah mengkaji rekaman tersebut dan memastikan sosok dalam video adalah benar Wahyudin.

“Sudah jelas itu yang bersangkutan, dan tidak bisa lagi berkelit,” kata Fikram, Jumat 19/09/2025.

Menurut Fikram, tindakan itu jelas ‘mencoreng marwah lembaga DPRD’ sehingga harus dipertanggungjawabkan.

Baca Juga: Viral Ucapan Kontroversial Wahyudin Moridu, BK DPRD Gorontalo Turun Tangan

Sementara itu, Presiden BEM Universitas Gorontalo, Erlin Adam, mengingatkan agar kasus ini tidak dipandang hanya sebagai kesalahan personal.

“Seorang anggota DPRD adalah representasi rakyat. Ucapan yang menyinggung soal merampok uang negara, meski dengan alasan bercanda, tetap mencederai kepercayaan publik. BK DPRD harus berani menjatuhkan sanksi pencopotan agar lembaga ini tidak kehilangan legitimasi moral,” tegas Erlin.

Erlin menyampaikan, BEM bersama sejumlah aliansi mahasiswa akan menggelar demonstrasi besar-besaran di depan gedung DPRD sebagai bentuk tekanan moral terhadap BK.

“Kalau BK tidak mencopot Wahyudin, mahasiswa akan turun ke jalan. Demonstrasi besar-besaran akan menjadi langkah nyata untuk menunjukkan bahwa rakyat tidak rela lembaga DPRD dilecehkan oleh perilaku anggotanya sendiri,” kata Erlin.

Dalam perspektif hukum tata negara, perilaku anggota DPRD diatur melalui UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, dan Kode Etik DPRD. Regulasi tersebut menekankan kewajiban anggota dewan menjaga kehormatan, martabat, serta citra lembaga.

BK memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi mulai dari teguran hingga mengusulkan Pergantian Antar Waktu (PAW).

“Secara teori responsibility and accountability, pejabat publik tidak hanya bertanggung jawab pada hukum, tetapi juga pada etika sosial dan moral. Jika kasus seperti ini hanya berujung teguran ringan, DPRD akan kehilangan legitimasi politik. Karena itu, pencopotan adalah langkah paling tepat,” jelas Erlin.

Fenomena viral ini menunjukkan bahwa publik semakin aktif mengawasi perilaku pejabat, bukan hanya kinerjanya di ruang sidang. Tekanan sosial melalui aksi mahasiswa menjadi bukti bahwa kontrol moral tidak bisa disepelekan.

“Demonstrasi nanti adalah bentuk perlawanan moral mahasiswa terhadap budaya impunitas. Kalau BK DPRD tidak tegas, maka sama saja mereka ikut melanggengkan perilaku amoral dan anti-etika di parlemen daerah,” tandas Erlin.

Share:  
Example 120x600