Kontras.id, (Bolmut) – Proses audit Dana Desa (Dandes) Tahun Anggaran 2024 di Desa Huntuk, Kecamatan Bintauna, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) mendapat sorotan dari kalangan mahasiswa. Mereka menilai lambannya penyelesaian audit menjadi alarm bagi publik terhadap integritas lembaga pengawas.
Ketua Umum Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang Mongondow Utara (KPMIBU) Cabang Limboto, Wahyu Alip Tongka mengungkapkan kekecewaannya atas belum tuntasnya hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Bolmut, meskipun sudah memasuki pertengahan Juli 2025.
“Sudah bulan Juli, tapi belum ada kejelasan hasilnya. Tambahan waktu 10 hari untuk pendalaman audit justru semakin menambah kecurigaan publik. Ini bukan semata-mata soal teknis, tapi menyangkut komitmen dan transparansi lembaga pengawas,” kata Wahyu kepada Kontras.id, Sabtu 12/07/2025.
Ia menilai proses audit yang tertutup dan pernyataan Inspektorat bahwa hasilnya hanya akan diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH), tanpa diumumkan ke publik, justru mempertebal kesan ada yang disembunyikan.
“Ini bukan uang pribadi. Ini uang rakyat. Kenapa publik tidak boleh tahu hasil auditnya? Kalau memang tidak ada yang ditutupi, buka saja prosesnya sejak awal. Jangan malah seolah-olah menghindar,” ujar Wahyu.
Baca Juga: Inspektorat Bolmut Bakal Kuliti Dana Desa Huntuk Tahun Anggaran 2024
Wahyu juga menyoroti narasi Inspektorat yang meminta masyarakat agar tidak terpancing isu. Menurutnya, suara publik yang mempertanyakan transparansi adalah bentuk partisipasi demokrasi yang sehat.
“Justru itu bukti bahwa warga Desa Huntuk sadar dan kritis. Jangan bungkam mereka dengan narasi persatuan ketika yang sedang dibicarakan adalah pengelolaan keuangan publik,” tegas Wahyu.
Ia pun menegaskan bahwa KPMIBU akan terus mengawal proses ini hingga hasil audit benar-benar disampaikan ke publik, sesuai dengan janji Kepala Desa Huntuk, Oldy Kumolontang.
“Kami akan pastikan Kepala Desa tidak hanya sekadar memberi janji manis. Hasil audit harus diumumkan secara terbuka dalam forum resmi, seperti musyawarah desa. Itu bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat,” kata Wahyu.
Wahyu juga mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan apabila dalam audit ditemukan indikasi penyimpangan. Ia menekankan, pembiaran hanya akan memperlebar ruang pelanggaran serupa di desa-desa lain.
“Kalau ada pelanggaran, harus ada sanksi dan pengembalian dana. Jangan tunggu tekanan publik baru bertindak. Hukum harus bergerak cepat dan tegas,” tegas Wahyu.
Menurut Wahyu, audit bukanlah akhir dari proses pengawasan, melainkan langkah awal menuju reformasi pengelolaan dana desa yang lebih akuntabel, transparan, dan partisipatif.
“Audit seharusnya menjadi pintu masuk menuju perbaikan tata kelola dana desa. Bukan hanya soal siapa bersalah, tapi bagaimana sistem ini bisa dibenahi agar kasus serupa tak terulang,” tegas Wahyu.
Baca Juga: KPMIBU Desak APH Tindak Tegas Aktivitas Alat Berat di Gunung Sangkub
Lebih lanjut, Wahyu menyampaikan kekhawatiran jika praktik serupa bisa saja terjadi di desa-desa lain di Bolmut namun luput dari perhatian publik maupun penegak hukum.
“Kita tidak ingin kasus Huntuk menjadi fenomena gunung es. Bisa jadi di kecamatan-kecamatan lain juga terjadi penyimpangan, tapi belum tersorot. Kita hanya ingin Bolmut menjadi lebih baik dan maju,” ujar Wahyu.
Wahyu mengatakan bahwa kritik dan sorotan yang mereka sampaikan merupakan mencerminan untuk meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengawasan dana desa.
“Transparansi dan akuntabilitas menjadi tuntutan publik yang tidak bisa dinegosiasikan, terutama dalam konteks pengelolaan dana yang bersumber dari anggaran negara,” tandas Wahyu.