Kontras.id, (Gorontalo) – Solidaritas Jurnalis Gorontalo menegaskan bahwa permintaan maaf Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi atas insiden intimidasi terhadap wartawan RTV, Ridha Yansa alias Yayan belum cukup menyelesaikan persoalan.
Mereka mendesak agar pelaku yang diduga adalah Karo Ops Polda Gorontalo, Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela bertanggung jawab secara moral, etik, dan individu atas tindakan yang mencoreng kebebasan pers di Indonesia.
Insiden tersebut terjadi pada Senin, 23 Desember 2024, ketika Yayan tengah meliput aksi demonstrasi HMI Badko SulutGo di depan Polda Gorontalo. Dengan ID card yang terlihat jelas, ia merekam jalannya aksi. Namun, diduga Tony E.P. Sinambela mendekatinya, memukul ponselnya hingga rusak dan melarangnya merekam sambil berkata, “Jangan dulu merekam.” Kerusakan pada ponsel tersebut mengganggu tugas jurnalistik Yayan.
Kapolda Gorontalo memang telah menyampaikan permintaan maaf institusional kepada para jurnalis dan mengakui tanggung jawab atas insiden ini. Namun, Solidaritas Jurnalis Gorontalo menilai bahwa permintaan maaf itu hanyalah langkah awal. Tanpa tindakan tegas terhadap pelaku, komitmen kepolisian dalam melindungi kebebasan pers perlu dipertanyakan.
Koordinator Solidaritas Jurnalis Gorontalo, Wawan Akuba menegaskan bahwa tindakan yang diduga dilakukan Tony E.P. Sinambela bukan hanya melukai hati para jurnalis, tapi juga telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Permintaan maaf dari Kapolda adalah langkah awal, tetapi pelaku intimidasi harus secara langsung meminta maaf kepada Ridha Yansa dan seluruh jurnalis,” tegas Wawan dalam keterangannya, Senin 30/12/2024.
“Tindakan pelaku ini bukan hanya melukai Yayan secara pribadi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Kebebasan pers dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan tindakan ini melanggar hukum,” sambung Wawan.
Pernyataan ini disampaikan Wawan dalam Refleksi Jurnalisme Gorontalo 2024, yang digelar pada 30 Desember di Kota Gorontalo. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan berbagai organisasi pers dan media di Gorontalo. Mereka bersama-sama menyerukan pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran kebebasan pers.
Baca Juga: Aksi ‘Premanisme’ Kombes, Aktivis: Kapolda Jangan Hanya Minta Maaf, Tindak Tegas Pelakunya
Solidaritas Jurnalis Gorontalo juga menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, Karo Ops Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela harus dimintai pertanggungjawaban secara individu melalui proses hukum atau disiplin internal kepolisian.
Kedua, Kapolda Gorontalo diminta mengevaluasi pola pengamanan demonstrasi agar kejadian serupa tidak terulang. Ketiga, kepolisian diwajibkan memberikan jaminan perlindungan kepada jurnalis yang bertugas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Wawan menyampaikan bahwa kasus ini menjadi refleksi nyata bahwa kebebasan pers sebagai pilar utama demokrasi harus dilindungi semua pihak, termasuk aparat penegak hukum. Solidaritas Jurnalis Gorontalo menegaskan, pelanggaran terhadap kebebasan pers tidak boleh dianggap remeh. Apalagi, insiden seperti ini dapat mengancam kualitas demokrasi di Indonesia.
Wawan menegaskan bahwa kasus ini adalah ujian bagi institusi kepolisian.
“Langkah yang diambil dalam menyelesaikan masalah ini akan menjadi tolak ukur keseriusan polisi dalam menegakkan hukum secara adil,” tegas Wawan.
Solidaritas Jurnalis Gorontalo menyatakan sikap akan terus mengawal kasus ini hingga ada keadilan yang nyata untuk Ridha Yansa. Mereka juga berkomitmen menjaga kebebasan pers di Gorontalo dan seluruh Indonesia agar tetap dihormati dan dilindungi oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum.
“Insiden ini menjadi pengingat bahwa melindungi jurnalis saat bertugas adalah kewajiban semua pihak. Ketidakmampuan untuk melakukannya bukan hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga melanggar hukum yang jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999,” tandas Wawan.