Kontras.id, (Gorontalo) – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Gorontalo didesak segera bertindak atas masalah Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang membelit para guru SMA/SMK.
Kasus ini berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Gorontalo terkait kelebihan pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) ASN-D yang tidak memenuhi beban kerja. Total TGR yang harus dikembalikan mencapai Rp 792.248.100 untuk tahun anggaran 2023.
Anggota LSM Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Daerah (AMPPD) Gorontalo, Arif Rahim menilai, PGRI tidak boleh hanya diam.
“Pimpinan PGRI sebagai organisasi wadah para guru berhimpun harusnya care atas masalah yang dihadapi para guru. Jangan hanya rajin mengumpul iuran organisasi dari guru, tapi tidak membantu ketika guru dirundung masalah,” ujar Arif kepada Kontras.id, Senin 23/12/2024.
Baca Juga: Kejati Gorontalo Didukung Tuntaskan Dugaan Kerugian Dana Sertifikasi Guru SMA/SMK
Arif menyoroti potensi pidana bagi 165 guru yang terlibat dalam kasus tersebut, karena batas waktu pembayaran TGR telah terlampaui. Ia menilai bahwa kesalahan tersebut tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru, tetapi sistem pengelolaan manajemen guru di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Gorontalo juga patut dipertanyakan.
“Jika kesalahan melibatkan 165 guru sekaligus, maka sangat mungkin ini masalah sistem, bukan individu. Dinas Dikbud sebagai pengelola harus ikut bertanggung jawab. Di sini peran PGRI penting untuk mengadvokasi guru. Jangan sampai guru takut mengatakan yang sebenarnya dan akhirnya menjadi korban,” tegas Arif.
Arif juga menyoroti peran Kejaksaan Tinggi Gorontalo dalam menyelesaikan kasus ini. Ia mendesak agar Kejaksaan segera memproses kerugian negara untuk memberikan kepastian hukum bagi para guru.
“Ini segera dituntaskan dan jangan dibiarkan menggantung. Proses pembelajaran siswa akan terganggu jika guru terus merasa tidak nyaman karena tersandera dengan TGR,” kata Arif.
Menurut Arif, pemeriksaan harus menyasar hingga jajaran pimpinan Dinas Dikbud, mulai dari kepala dinas hingga staf. Hal ini dianggap perlu agar permasalahan menjadi jelas dan tidak semata-mata menargetkan para guru.
“Kejaksaan harus memeriksa Kadis dan stafnya untuk memastikan apakah ada kelalaian sistem yang menjadi penyebab utama,” kata Arif.
Arif menegaskan bahwa guru membutuhkan pendampingan, terutama dari PGRI sebagai organisasi yang mewadahi mereka.
“Guru tidak bisa dibiarkan sendiri. PGRI harus turun tangan, bukan hanya diam ketika guru menghadapi masalah besar seperti ini,” tegas Arif.
Baca Juga: Terkait TGR Dana Sertifikasi Guru SMA/SMK, PGRI Gorontalo Diminta Jangan Hanya Diam
Arif menyampaikan bahwa masalah TGR tersebut dinilai mencoreng dunia pendidikan Gorontalo. Jika dibiarkan berlarut-larut, dampaknya tidak hanya pada guru, tetapi juga pada kualitas pembelajaran di sekolah.
“PGRI dan Dinas Dikbud harus mengambil sikap tegas untuk melindungi hak guru dan memastikan sistem pengelolaan diperbaiki,” tandas Arif.