Kontras.id, (Gorontalo) – Aktivis Gorontalo, Paris Djafar menilai, demo para penambang di Kabupaten Pohuwato berakhir ricuh disebabkan skema yang diterapkan Kapolda Gorontalo, Irjen Angesta Rimano Yoyol dalam menyelesaikan problem tambang rakyat di wilayah itu.
Menurut Paris, skema yang diterapkan Kapolda Gorontalo tidak didasarkan untuk mencari solusi. Namun, kata Paris, skema pendekatan dengan cara kekerasan.
“Sebagai aktivis Gorontolo rasa prihatin atas insiden demo ricuh di kabupaten Pohuwato sampai berujung pembakaran kantor Bupati Pohuwato, Pengrusakan Kantor DPRD dan juga pengrusakan fasilitas umum lainnya,” ucap Paris lewat pres riiisnya yang diterima Kontras.id, Kamis 20/09/2023.
“Semua ini diakibatkan oleh karena skema penyelesaian semua problem tambang rakyat yang tidak didasarkan untuk mencari solusi tapi justru menitikberatkan pada pola pendekatan “tangan besi”,” sambung Paris.
Paris mengatakan, bila penegakkan hukum terhadap pertambangan emas tanpa izin (PETI) benar-benar sesuai supermasi hukum maka masyarakat selaku penambang akan mentaatinya.
“Jika penegakkan hukum terkait pertambangan rakyat dilakukan dengan benar-benar mengatasnamakan supremasi hukum dan tanpa tedeng aling-aling, maka tanpa dilakukan upaya keras sekalipun masyarakat penambang akan taat hukum”, kata paris.
Paris menyampaikan, permasalahan tambang rakyat pohuwato jangan hanya dinilai secara parsial namun harus dilihat secara holistik. Mencermati suatu masalah, lanjut Paris, jangan hanya dilihat dari dampaknya saja dan mengesampingkan pe menyebabnya.
“Penertiban para penambang sejak awal kami nilai sangat janggal saat pertama kali dipimpin langsung oleh Kapolda yang sampai hari ini proses hukumnya hilang entah kemana. Yang terinformasi perkara tersebut diam oleh karena adanya sesuatu. Yang sebelumnya dibeberapa aktivitas warga penambang pun terindikasi ada permintaan kontribusi,” terang Paris.
“Bahkan jauh sebelum kejadian ricuhnya aksi penambang pohuwato dibeberapa kesempatan sudah terjadi penyampaian aspirasi oleh para penambang yang seharusnya sudah menjadi tanggung jawab oleh semua pihak untuk diselesaikan,” tutur Paris.
Paris menilai, sejak kepemimpinan Kapolda Gorontalo, Irjen Angesta Romano Yoyol tidak memperlihatkan giat yang benar-benar serius ingin menciptakan kondusifitas daerah khususnya wilayah pertambangan rakyat. Buktinya, kata Paris, peristiwa ricuh aksi unjuk rasa pertambangan di Gorontalo sudah terjadi yang kedua kalinya yang sebelumnya terjadi di Kabupaten Bone Bolango.
“Sehingga fakta-fakta ini sudah menguatkan kegagalan besar bagi Kapolda Gorontalowajib hukumnya kapaloda Gorontalo di copot dari jabatannya kemudian di proses hukum karena lalai dari jabatannya dalam mengamankan aset-aset vital sebagaiman yg ia selalu gembar gemborkan di mana-mana, salah satunya kesepakatan dalam bentuk MOU,” tegas Paris.
“Olehnya kami minta kepada para penambang untuk membuka tabir apa yang selama ini terjadi di pertambangan pohuwato secara terang benderang,agar persitwa ini menjadi bahan evaluasi menyeluruh terkait perlindungan hak-hak penambang rakyat baik di pohuwato maupun secara umum di Gorontalo,” tandas Paris.
Penulis Thoger