Example floating
Example floating
DaerahHeadline

HMI Cabang Limboto Sesalkan Sikap ‘Diam’ KPU Soal Anggota PPS Terdaftar di Sipol

×

HMI Cabang Limboto Sesalkan Sikap ‘Diam’ KPU Soal Anggota PPS Terdaftar di Sipol

Sebarkan artikel ini
Moh. Suryansyah R. Waraga
Foto: Moh. Suryansyah R. Waraga, Anggota Komisariat Hukum HMI Cabang Limboto,(foto Istimewa).

Kontras.id, (Gorontalo) – Anggota Komisariat Hukum HMI Cabang Limboto, Moh. Suryansyah R. Waraga mengaku kecewa atas sikap ‘diam’ KPU Kabupaten Gorontalo terkait temuan HMI tentang adanya Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang terdaftar di Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai Anggota Partai Politik (Parpol).

“Kami sangat menyayangkan sikap KPU Kabupaten Gorontalo yang enggan menjawab temuan Ketua HMI Cabang Limboto, Maskun Nuna tentang adanya Anggota PPS yang masih terdaftar di Sipol sebagai anggota Parpol,” keluh Suryansyah lewat press release nya yang diterima Kontras.id, Senin 06/02/2023.

Suryansyah menegaskan, pihaknya berencana bakal mengadukan lima Komisioner KPU Kabupaten Gorontalo ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait persoalan tersebut. Pasalnya kata dia, hingga saat ini KPU tidak ada inisiatif untuk menindaklanjuti temuan HMI Cabang Limboto.

“Akan ada waktunya kami melaporkan ini ke DKPP. Kami juga akan meminta ke Timsel (tim seleksi) yang akan datang untuk mempertimbangkan kelima Anggota KPU jikalau tidak ada upaya dari mereka terkait peristiwa ini,” tegas Suryansyah.

Baca Juga: HMI Cabang Limboto Mengaku Punya Bukti Ketidakprofesionalan KPU Rekrut PPS

Tak hanya itu, Suryansyah juga menyentil soal pernyataan salah satu Anggota PPS yang mengaku sebagai Kader HMI dan mengatai Ketua HMI Cabang Limboto, Maskun Nuna tidak memahami regulasi terkait perekrutan badan adhoc oleh KPU. Suryansyah mengatakan, Anggota PPS tersebut falasi (sesat berpikir) dalam memahami undang-undang.

“Kami tidak mengetahui dia kader HMI mana.  Yang jelas, kalau sudah mengatai ketua umum cabang, maka kami tidak akan tinggal diam. Kami meminta langkah tegas kepada KPU Kabgor untuk peristiwa ini. Lagian juga anggota PPS itu ternyata sangat falasi memahami undang-undang,” kata Suryansyah.

“Yang bercanda itu adalah orang yang tidak memahami hierarki perundang-undangan. Sebenarnya yang rancu memahami undang-undang itu mereka, bukan ketua umum kami,” imbuh Suryansyah.

Suryansyah menjelaskan, dalam hukum ada hierarkinya. Menurut dia, jika mempelajari teori hukum dengan baik maka akan ditemukan bahwa hukum itu seperti piramida, hukum tertinggi dan hukum yang paling bawah.

“Hukum yang di bawah tidak bisa bertentangan dengan hukum yang di atas, sehingga yang menjadi rujukan adalah peraturan yang berada di atas. Menjadi suatu kesalahan dalam berfikir alias falasi ketika menggunakan aturan yang ada di bawah untuk menabrak aturan yang ada di atas. Meski peraturan yang ada di bawah merupakan penjabaran dari aturan yang berada di atas, tetap tidak bisa bertentangan dengan aturan yang di atas,” jelas Suryansyah.

“Jelas kita bisa melihat kedudukan antara Undang undang, PKPU dan Surat Keputusan KPU dalam  Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 jelas yang memiliki kekuatan hukum yang tertinggi diantara ketiganya adalah undang-undang, surat keputusan yang menjadi rujukan itu kekuatan hukumnya berada di bawah undang-undang,” sambung Suryansyah.

Menurut Suryansyah, jika membaca ketentuan yang tertuang dalam Pasal 72 huruf E Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tercantum bahwa syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS PPLN dan KPPSLN itu tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam waktu 5 tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan.

“Tertulis jelas dibuktikan dengan surat pernyataan yang sah. Sah menurut hukum itu dapat dibuktikan secara formil dan materil. Secara formil memang memang mereka yang membuat dan menandatangani surat pernyataan. Tetapi secara materil harus juga dipastikan bahwa isi surat tersebut sesuai dengan fakta yang ada,” terang Suryansyah.

“Maka bagi kami, untuk membuktikan itu mereka harus mendapatkan surat keterangan dari partai bahwa yang bersangkutan bukan anggota parpol ataupun bukti yang lainnya. Karena kekuatan hukum surat pernyataan akan lemah jika tidak dapat dibuktikan secara formil atau materil,” lanjut Suryansyah.

Baca Juga: HMI Menilai Rencana KPU Adukan Pemerhati Pemilu Dinilai Menyalahi Prinsip

Suryansyah menegaskan, jika hanya bermodalkan surat pernyataan bahwa seorang yang terdaftar di Sipol bisa menjadi badan adhoc maka hal itu berbahaya bagi pelaksanaan Pemilu kedepan. Pasalnya badan adhoc memiliki peran penting baik dalam pelaksanaan, keberhasilan dan kualitas Pemilu itu sendiri.

“Menjadi pertanyaan juga bagi kami terkait surat pernyataan mereka, apakah dapat dibuktikan secara formil dan materil? Sampai sekarang KPU belum memberikan penjelasan terkait hal itu,” imbuh Suryansyah.

“Dengan adanya pernyataan anggota PPS kemarin, maka ini merupakan kali kedua badan adhoc yang ada di KPU Kabupaten Gorontalo anti kritik. Sampai sekarang kamipun belum melihat langkah tegas yang diambil oleh KPU terkait pernyataan salah satu anggota PPS itu. Karena bagi kami itu merupakan dugaan pelanggaran kode etik sebagai pnyelenggara pemilu yang berhubungan dengan prinsip akuntabel penyelenggara Pemilu,” tandas Suryansyah.

Penulis Thoger
Share :  
Example 120x600