Oleh: Man’ut M. Ishak,(Mantan Koordinator BEM Provinsi Gorontalo).
Kontras.id, (Gorontalo) – Popayato Barat, Kabupaten Gorontalo kini menyimpan kisah kelam tentang bagaimana kekuasaan di tingkat desa bisa berubah menjadi alat untuk merusak, bukan membangun.
Oknum Kepala Desa di wilayah Persatuan, Kecamatan Popayato Barat, diduga kian terang-terangan terlibat dalam aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Hutan Hunggo, wilayah yang sejatinya dilindungi dan dijaga bersama.
Lebih parah lagi, di tengah keluhan petani tentang rusaknya jalan tani , urat nadi ekonomi rakyat kecil, sang kepala desa justru bersikap seolah tuli.
Warga sudah menyuarakan protes bahkan di forum sosial seperti acara hajatan masyarakat, namun tidak sekalipun mendapat tanggapan. Ironis, ketika rakyat menjerit karena jalan ke ladangnya rusak, sang kades malah sibuk mengeruk tanah hutan untuk kepentingan pribadi.
Inilah wajah pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Kepala desa bukan lagi menjadi pengayom, tetapi berubah menjadi “raja kecil” yang merasa kebal hukum. Ia lupa bahwa jabatan bukan izin untuk menjarah, melainkan tanggung jawab untuk menjaga.
Ketika seorang pemimpin desa ikut bermain di tambang ilegal, maka yang hancur bukan hanya hutan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah di tingkat paling dasar.
Aktivitas PETI di kawasan hutan Hunggo bukan sekadar pelanggaran administratif — ini adalah kejahatan ekologis yang mengancam masa depan lingkungan dan masyarakat Popayato Barat. Lumpur, merkuri, dan kerusakan vegetasi hanyalah awal dari bencana yang lebih besar: hilangnya sumber air, rusaknya lahan pertanian, dan ancaman longsor yang siap menelan siapa saja.
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak boleh menutup mata. Jika benar oknum kepala desa terlibat, maka penegakan hukum harus berjalan tanpa pandang bulu. Diamnya institusi adalah bentuk pembiaran. Dan pembiaran terhadap kejahatan lingkungan adalah kejahatan baru yang dilakukan oleh negara.
Sudah saatnya masyarakat Popayato Barat bersuara lebih lantang: desa bukan milik kepala desa, desa adalah milik rakyat. Pemimpin yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri di atas penderitaan rakyat tidak layak lagi memimpin. ia layak diadili.














