Example floating
Example floating
DaerahHeadlineHukum

Dinilai Kriminalisasi, JAGA DECA Minta Hakim Diminta Tinjau Vonis Mada Yunus

×

Dinilai Kriminalisasi, JAGA DECA Minta Hakim Diminta Tinjau Vonis Mada Yunus

Sebarkan artikel ini
Sahabat Pengadilan
Dokumen banding perkara Mada Yunus yang diajukan jaringan masyarakat sipil JAGA DECA ke Pengadilan Tinggi Palu,(foto Istimewa).

Kontras.id, (Buol) – Jaringan masyarakat sipil JAGA DECA resmi menyerahkan dokumen Amicus Curiae atau “Sahabat Pengadilan” ke Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palu.

Dokumen ini terkait banding perkara Mada Yunus (Nomor Perkara: 16/Pid.Sus/2025/PN Bul), seorang petani asal Desa Taluan, Kabupaten Buol, yang divonis lima bulan penjara atas tuduhan merusak kebun plasma milik Koperasi Awal Baru.

Menurut JAGA DECA, persoalan ini jauh lebih rumit daripada sekadar kasus pidana.

“Kami tidak sedang membela individu, tapi menegaskan pentingnya keadilan substantif dalam perkara yang melibatkan ketimpangan antara petani dan korporasi,” jelas Mohamad Ali, Koordinator Program dan Advokasi JAGA DECA, Seni 25/08/2025.

Ketidakadilan dalam Konflik Agraria

Sejak 1965, Mada Yunus menggarap lahan keluarganya secara turun-temurun. Namun pada 2011, PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) menanam sawit di atas lahan tersebut tanpa izin dan tanpa ganti rugi. Lahan itu bahkan dicatat sebagai bagian plasma koperasi tanpa nama Mada dimasukkan secara resmi sebagai anggota.

Alih-alih melindungi hak petani, Pengadilan Negeri Buol malah menghukum Mada. Padahal aksinya dilakukan secara damai, hanya untuk menuntut kepastian dan keadilan atas tanah warisan keluarganya.

Dalam Amicus Curiae, JAGA DECA juga menyoroti bahwa surat protes hingga permintaan mediasi yang diajukan Mada tidak pernah ditanggapi perusahaan. Keterlibatan Mada sebagai petani plasma pun tidak pernah terbukti secara administratif.

Luka Kemanusiaan di Balik Proses Hukum

Kasus ini meninggalkan jejak tragis. Saat penyidikan berlangsung, istri Mada yang sedang hamil tujuh bulan mengalami syok hingga meninggal dunia. Bayinya selamat, namun kini diasuh keluarga. Tiga anak lain masih berada dalam pengasuhan Mada.

“Ini tragedi kemanusiaan. Hukum seharusnya hadir untuk melindungi, bukan menyakiti,” ungkap Fatrisia, Ketua JAGA DECA.

Menurut JAGA DECA, putusan terhadap Mada bertentangan dengan prinsip hukum progresif, khususnya asas ultimum remedium—pidana hanya sebagai pilihan terakhir—serta konsep keadilan restoratif dan penghormatan HAM.

Temuan dan Rekomendasi

Dalam dokumen tersebut, JAGA DECA turut mencantumkan sejumlah catatan:
– Rekomendasi Komnas HAM (No. 270/PM.00/R/IV/2025) yang menegaskan adanya pelanggaran HAM serta praktik kriminalisasi petani plasma di Buol.
– Putusan KPPU (No. 02/KPPU-K/2023) yang menyebut PT HIP melanggar prinsip kemitraan sehingga merugikan petani secara sistematis.
– Klaim kerugian Rp6,3 miliar yang diajukan jaksa, namun tidak pernah terbukti secara sah di persidangan.

Seruan Terakhir JAGA DECA

Lewat Amicus Curiae ini, JAGA DECA meminta majelis hakim membatalkan vonis bagi Mada Yunus.

“Jika suara petani dibungkam melalui hukum pidana, ke mana lagi rakyat kecil mencari keadilan?” ujar Fatrisia.

“Amicus Curiae ini bukan sekadar catatan hukum, melainkan seruan nurani. Sebab keadilan tidak cukup hidup dalam teks undang-undang—ia harus tumbuh di hati nurani hakim,” tulis JAGA DECA dalam pernyataan tandasnya.

Share:  
Example 120x600