Kontras.id, (Gorontalo) – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo terhadap Kepala Desa (Kades) Buhu, Kecamatan Talaga Jaya, Mohamad Daud Adam, mendapat sorotan pedas dari kalangan mahasiswa.
Pasalnya, tuntutan yang hanya 9 bulan penjara dianggap tidak sebanding dengan status terdakwa sebagai pejabat publik sekaligus pelayan masyarakat.
Presiden BEM Universitas Gorontalo, Erlin Adam menilai tuntutan terhadap Kades Buhu sebagai ‘lelucon pahit’ yang mempermalukan rasa keadilan. Menurutnya, seharusnya seorang pejabat publik mendapatkan hukuman lebih berat karena memiliki tanggung jawab moral yang lebih tinggi.
“Masa pejabat publik yang seharusnya menjaga moral dan etika, malah melakukan penganiayaan terhadap rakyatnya sendiri, tapi dituntut cuma 9 bulan? Kalau hukum seperti ini, jangan salahkan masyarakat kalau bilang hukum kita di daerah ini sudah jadi dagelan (lelucon),” sindir Erlin, Sabtu 23/08/2025.
Ia menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan pelanggaran pidana biasa, melainkan persoalan kepercayaan masyarakat terhadap integritas pejabat publik.
“Jika seorang pejabat boleh mendapat keringanan hanya karena jabatannya, maka publik patut curiga bahwa hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” kata Erlin.
Baca Juga: JPU Tuntut Kades Buhu 9 Bulan Penjara di PN Limboto
Erlin bahkan membandingkan kasus serupa yang melibatkan masyarakat biasa. Menurutnya, tidak jarang pelaku penganiayaan dari kalangan warga biasa dituntut hingga dua tahun penjara.
“Kalau masyarakat biasa bisa sampai dua tahun, tapi kalau pejabat yang melakukannya kepada warganya sendiri, kok malah 9 bulan. Apa ini yang disebut keadilan?” sindir Erlin.
Erlin mengatakan bahwa bagi BEM Universitas Gorontalo, tuntutan ringan terhadap pejabat justru bisa menjadi preseden buruk.
“Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan, bukan hanya kepada pemerintah desa, tapi juga pada sistem hukum yang kita banggakan,” kata Erlin.
Ia menilai, lembaga hukum seharusnya hadir memberi rasa keadilan, bukan justru memperlihatkan diskriminasi yang terang benderang di depan mata publik. Tuntutan ringan kepada pejabat, kata Erlin, hanya akan memperkuat kesan bahwa hukum bisa ditawar sesuai posisi dan kedudukan.
“Kalau seperti ini, jangan salahkan publik kalau kemudian muncul istilah ‘hukum kita bisa dibeli’ atau ‘keadilan hanya untuk kalangan tertentu.’ Narasi seperti ini lahir bukan karena benci pada hukum, tapi karena melihat praktiknya di lapangan,” tegas Erlin.
Baca Juga: Soal Tuntutan 9 Bulan Kades Buhu, Ambungu Sindir Kejari Kabupaten Gorontalo
Lebih jauh, Erlin mengingatkan bahwa seorang pejabat publik tidak hanya memikul amanah administratif, tapi juga moral. Ketika moral dan etika dilanggar, seharusnya tuntutannya diperberat, bukan dipermudah.
“Pejabat publik itu teladan. Kalau teladan saja rusak, bagaimana nasib rakyatnya?” tanya Erlin.
BEM Universitas Gorontalo berjanji akan terus mengawal kasus ini sebagai bentuk tanggung jawab moral mahasiswa terhadap rakyat. Mereka menilai, tuntutan 9 bulan hanyalah cermin buram dari sistem hukum yang semakin jauh dari rasa keadilan.
“Kalau hukum ingin kembali dipercaya, berhentilah memperlakukan masyarakat biasa seperti kambing hitam, sementara pejabat diperlakukan bak anak emas. Negara ini bukan panggung sandiwara, meski akhir-akhir ini lebih mirip drama komedi,” tandas Erlin.
Baca Juga: Kejari Kabupaten Gorontalo Bilang Tututan 9 Bulan Kades Buhu Sudah Tepat
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gorontalo menegaskan bahwa tuntutan 9 bulan penjara terhadap Kepala Desa (Kades) Buhu, Kecamatan Talaga Jaya, Mohamad Daud Adam, sudah sesuai dengan prosedur hukum.
Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejari Kabupaten Gorontalo, Mohamad Faizal Akbar Ilato menjelaskan bahwa tuntutan tersebut telah melalui berbagai pertimbangan, salah satunya berdasarkan fakta persidangan.
“Berdasarkan keterangan saksi korban di fakta persidangan mengaku ditampar, terus ditonjok di bagian perut sekali,” jelas Faizal kepada Kontras.id pada Kamis, 21 Agustus 2025.