Kontras.id, (Gorontalo) – Penanganan kasus penganiayaan terhadap sejumlah aktivis mahasiswa di Gorontalo dinilai jalan di tempat. Kritik tajam pun mengarah pada kinerja Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Gorontalo yang dianggap tak becus menuntaskan kasus tersebut.
Mantan Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IAIN Gorontalo, Syawal Hamjati menilai bahwa kasus tersebut seperti hilang arah yang tak jelas ujungnya.
“Lebih parahnya lagi, tak ada kepastian hukum yang bisa diharapkan. Masyarakat bertanya, para mahasiswa kecewa, dan pelaku masih bebas berkeliaran,” kata Syawal dalam keterangan resmi yang diterima Kontras.id, Kamis 19/06/2025.
Syawal mengatakan bahwa publik semakin kehilangan kepercayaan karena penegakan hukum terlihat tebang pilih.
“Di tengah ketidakpastian kasus tersebut, justru yang terlihat aktif adalah parade kasus-kasus baru yang entah diselesaikan atau tidak dan menumpuk begitu saja di meja Kasat Reskrim Polres Gorontalo,” kata Syawal.
Baca Juga: Mahasiswa Desak DPRD Kabupaten Gorontalo Gelar RDP Tuntaskan Kasus Kekerasan Aktivis
Syawal menilai Satreskrim Polres Gorontalo saat ini malah justru sibuk mengurusi kasus-kasus lain yang terus bertambah.
“Bukannya menangani satu demi satu dengan tegas dan profesional, pejabat yang seharusnya menjadi garda depan penegakan hukum ini justru tampil lemah,” ucap Syawal.
Syawal bahkan menuding Kasat Reskrim lebih fokus pada pencitraan dibandingkan dengan membela hak korban.
“Beliau lebih sibuk mengeluh daripada bekerja, lebih sering membela diri daripada membela korban,” imbuh Syawal.
Menurut Syawal, banyak kasus kecil yang cepat ditangani karena dianggap mudah. Tapi kasus berat seperti penganiayaan aktivis justru seperti sengaja diabaikan.
“Apakah tugas Kasat Reskrim sekarang hanya menyampaikan alasan ketidakmampuan? Atau lebih tragis lagi bersembunyi di balik keberhasilan mengungkap kasus lain yang motivasinya sudah terang-benderang, seolah-olah itu bisa menutupi kegagalan menyelesaikan kasus pemukulan aktivis yang jelas-jelas mencoreng citra kepolisian?” ujar Syawal.
Ia menilai bahwa institusi penegak hukum tidak bisa dikelola dengan logika tambal sulam.
“Institusi kepolisian tidak boleh dijalankan dengan logika tambal sulam. Jika memang tidak mampu memimpin dan menegakkan keadilan secara tuntas, maka sebaiknya mundur secara terhormat,” tegas Syawal.
“Ini bentuk tanggung jawab moral. Jangan tunggu dicopot,” sambung Syawal.
Ia menegaskan bahwa para korban tidak butuh retorika, tetapi aksi nyata dari aparat hukum.
“Hukum tidak boleh tunduk pada ego dan jabatan. Dan publik sudah cukup sabar. Mereka yang menjadi korban tidak butuh retorika, mereka butuh keadilan, Hastala Victoria Siampre Patria Oumerte, maju terus menuju kemenangan tanah air atau mati,” tandas Syawal.