Oleh: Prasetyo Yuda A.
Kontras.id, (Gorontalo) – Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, dari polarisasi politik hingga disrupsi digital, Indonesia membutuhkan fondasi kebangsaan yang kuat. Tiga pilar utama yang menjadi penyangga keutuhan nasional adalah ideologi Pancasila, demokrasi yang sehat, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Namun, dalam realitas sosial-politik hari ini, ketiga pilar tersebut menghadapi tekanan besar. Polarisasi berbasis identitas, melemahnya kepercayaan publik terhadap lembaga negara, serta masih maraknya pelanggaran HAM menjadi catatan kritis yang tak bisa diabaikan.
Pancasila: Nilai yang Harus Dihidupkan, Bukan Sekadar Diucapkan
Pancasila sebagai dasar negara telah menjadi konsensus nasional sejak 1945. Namun, dalam praktiknya, nilai-nilai Pancasila belum sepenuhnya membumi di tengah masyarakat. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Mei 2023 mencatat bahwa hanya 58,7% responden usia 17–39 tahun yang menyatakan memahami nilai-nilai Pancasila secara utuh. Ini menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman antargenerasi.
Sementara itu, radikalisme berbasis agama atau ideologi transnasional masih menjadi ancaman nyata. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat bahwa pada 2023, terdapat lebih dari 600 ribu akun media sosial yang terindikasi menyebarkan paham intoleran atau anti-Pancasila.
Ini menunjukkan perlunya pendekatan baru dalam edukasi kebangsaan, terutama kepada generasi muda, dengan memanfaatkan platform digital dan metode kreatif.
Demokrasi: Perlu Dijaga dari Erosi Nilai
Menurut laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) 2023, indeks demokrasi Indonesia berada di skor 6,71, tergolong kategori _flawed democracy_ (demokrasi cacat). Skor ini turun tipis dari tahun sebelumnya, terutama karena lemahnya fungsi parlemen dan rendahnya partisipasi politik masyarakat.
Dalam negeri, hasil survei Indikator Politik Indonesia (Februari 2024) menunjukkan bahwa hanya 45,6% masyarakat puas dengan kualitas demokrasi saat ini. Isu seperti penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, dan polarisasi saat pemilu membuat demokrasi kita terancam kehilangan makna substansialnya.
Menguatkan demokrasi berarti tidak hanya memperbaiki prosedur politik, tetapi juga menghidupkan kembali etika publik, memperluas ruang partisipasi warga, dan mendorong transparansi dalam tata kelola pemerintahan.
Hak Asasi Manusia: Komitmen yang Harus Ditegakkan
Masih banyak pekerjaan rumah dalam penegakan HAM di Indonesia. Komnas HAM mencatat bahwa selama tahun 2023, terdapat 2.247 laporan pelanggaran HAM, dengan dominasi pada sektor agraria, kekerasan aparat, dan diskriminasi kelompok rentan.
Salah satu kasus menonjol adalah konflik agraria di Rempang, Batam, yang menyorot penggunaan kekuatan berlebihan dan belum optimalnya penyelesaian berbasis keadilan restoratif. Di sisi lain, perlindungan terhadap kelompok minoritas, perempuan, dan anak masih membutuhkan regulasi dan kebijakan yang lebih kuat.
Di tingkat internasional, Indonesia juga mendapat catatan dari Human Rights Watch 2024, terutama terkait kebebasan berekspresi dan pembatasan terhadap aktivis dan jurnalis di daerah konflik.
Sinergi Multisektor: Jalan Menuju Penguatan Nasional
Membangun kembali kekuatan ideologi, demokrasi, dan HAM tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Butuh sinergi antara lembaga negara, dunia pendidikan, media, organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, dan generasi muda.
Pendidikan kewarganegaraan perlu dimodernisasi. Literasi digital dan demokrasi harus menjadi bagian dari kurikulum. Media massa juga harus mengambil peran aktif sebagai pengawas kekuasaan dan pendidik publik. Pemerintah sendiri perlu membuka ruang dialog dan keterlibatan warga dalam proses pengambilan kebijakan.
Penutup
Pancasila, demokrasi, dan HAM adalah tiga pilar utama yang menentukan masa depan Indonesia. Jika ketiganya dilemahkan, kita akan kehilangan arah sebagai bangsa. Namun jika diperkuat bersama, Indonesia tidak hanya akan kokoh dalam menghadapi tantangan global, tetapi juga tumbuh menjadi negara yang adil, inklusif, dan beradab.
Penguatan nilai-nilai dasar bangsa bukanlah tugas seremonial. Ia adalah perjuangan kolektif yang harus dilakukan setiap hari oleh setiap warga negara.