Example floating
Example floating
DaerahHeadlinePemerintahan

GMNI Gorontalo Sebut Proyek Koperasi Desa Kebijakan Populis

×

GMNI Gorontalo Sebut Proyek Koperasi Desa Kebijakan Populis

Sebarkan artikel ini
Moh. Aditiya Domili
Moh. Aditiya Domili, Wakil Ketua Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal DPD GMNI Gorontalo,(foto Istimewa).

Kontras.id, (Gorontalo) – Kebijakan pemerintah pusat yang menargetkan percepatan pembangunan koperasi desa mendapat kecaman keras dari DPD Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Gorontalo.

Program yang dibungkus narasi pembangunan ini dianggap tak lebih dari manuver politik dengan konsekuensi fiskal yang membahayakan.

Moh. Aditiya Domili, Wakil Ketua Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal DPD GMNI Gorontalo, menyampaikan kecaman terbuka terhadap program tersebut. Ia menyebutnya sebagai pendekatan serampangan yang dapat mengorbankan desa sebagai arena eksperimen kebijakan populis yang gagal sejak awal.

“Kami tidak akan tinggal diam menyaksikan desa-desa dijadikan kelinci percobaan atas nama pembangunan. Pemerintah bermain-main dengan masa depan rakyat kecil melalui kebijakan yang tidak punya arah, tanpa peta jalan, dan sangat kental dengan kepentingan pencitraan,” tegas Aditiya kepada Kontras.id, Selasa 06/05/2025.

Rencana membangun 80 ribu koperasi desa dalam waktu dekat dinilai GMNI sebagai bentuk perencanaan yang gegabah. Menurut mereka, dengan anggaran fantastis mencapai Rp400 triliun, potensi kegagalan bukan hanya ancaman tapi hampir pasti terjadi.

Bukti ketidaksiapan terlihat jelas dari laporan Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023, yang mencatat lebih dari 30% koperasi desa tidak lagi aktif. Ini mencerminkan pola pembangunan berbasis kuantitas, bukan kualitas, yang bisa berujung pada kegagalan masif dan pemborosan uang negara.

“Kami menolak keras pola pembangunan yang hanya menjadikan desa sebagai panggung retorika. Ini bukan akselerasi, tapi rekayasa kebijakan penuh jebakan gagal,” kata Aditiya.

Tak hanya itu, GMNI juga mengingatkan potensi bahaya jika pengurus koperasi desa dalam program “Koperasi Merah Putih” dipilih berdasarkan kedekatan suku, kelompok, atau loyalitas politik semata.

“Jangan sampai jabatan pengurus hanya dibagi berdasarkan kedekatan suku, golongan, atau kroni politik tanpa melihat kualitas dan rekam jejak. Ini bukan koperasi rakyat, tapi koperasi elite lokal,” tegas Aditiya.

Menurut GMNI, alokasi dana triliunan rupiah tanpa sistem tata kelola yang jelas dan bersih sangat bertentangan dengan prinsip transparansi yang diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ini merupakan ancaman serius terhadap akuntabilitas dan amanah rakyat.

“Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan program ini sebelum terlambat. Hentikan semua sandiwara politik atas nama pembangunan desa! Evaluasi total harus dilakukan. Jika tidak, ini akan menjadi satu lagi monumen kegagalan kebijakan populis yang merugikan rakyat,” tandas Aditiya.

Share :  
Example 120x600