Kontras.id, (Gorontalo) – Permasalahan yang membelit di RSUD M.M. Dunda Limboto menuai perhatian serius dari anggota DPRD Kabupaten Gorontalo.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV yang digelar Selasa, 06/05/2025, Ramsi Sondakhk menyarankan agar DPRD segera membentuk panitia khusus (Pansus) guna mengurai dan menyelesaikan berbagai persoalan di rumah sakit tersebut.
Menurut Ramsi, kompleksitas persoalan di RSUD Dunda membutuhkan penanganan lebih serius yang hanya bisa dilakukan oleh Pansus.
Ia menyampaikan usulan tersebut langsung kepada Ketua Komisi IV dan Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo dalam forum resmi RDP yang juga dihadiri manajemen RSUD Dunda, BPJS Kesehatan, dan Dinas Kesehatan.
“Saya saran ketua agar kita bentuk pansus untuk menyelesaikan persoalan yang ada di RSUD Dunda,” ucap Ramsi.
Selama kurang lebih tujuh bulan menjadi anggota DPRD, Ramsi mengaku telah berkali-kali menerima keluhan dari masyarakat terkait pelayanan RSUD Dunda yang dinilai jauh dari memuaskan. Persoalan utama yang kerap dikeluhkan adalah ketidak tersedianya obat-obatan saat dibutuhkan.
“Saya duduk di sini ini kurang lebih tujuh bulan, selama itu pula saya sering menerima keluhan dari masyarakat. Keluhan mereka itu adalah pelayanan yang mereka alami tidak maksimal, terutama sering tidak adanya ketersediaan obat-obatan,” kata Iyon, sapaan akrab Ramsi Sondakh.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Gorontalo Gelar RDP Terkait Teguran BPJS ke RSUD Dunda
Tak hanya soal pelayanan medis, Iyon juga menyoroti masalah keuangan rumah sakit, terutama utang RSUD kepada para vendor penyedia barang dan jasa. Ia menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran telah menjadi sumber keluhan lain yang cukup serius.
“Masalah hutang RSUD Dunda ini juga menjadi pembahasan kami di Pansus LKPJ Bupati kemarin. Bahkan ada salah satu vendor pemasok obat mengeluh soal tagihan mereka yang sering lamban dibayar oleh RSUD. Padahal kita ketahui RSUD memiliki uang yang tersimpan di sejumlah bank. Jadi menurut saya ini miris, ada uang tersimpan tapi hutang juga banyak,” imbuh Iyon.
Situasi ini, menurut Iyon, mencerminkan adanya persoalan dalam manajemen internal rumah sakit. Ia menyebut, perlu transparansi lebih lanjut mengenai pengelolaan anggaran dan proses kerja sama dengan pihak ketiga.
Lebih lanjut, Iyon membandingkan kondisi RSUD Dunda dengan sejumlah rumah sakit swasta di Gorontalo. Ia menilai, rumah sakit swasta justru lebih berkembang pesat meski hanya mengandalkan dana operasional sendiri tanpa dukungan dari APBN maupun APBD.
“Secara pribadi saya merasa heran dengan kondisi pelayanan RSUD Dunda yang sering dikeluhkan masyarakat, padahal kita ketahui bersama untuk memperbaiki itu mereka ditopang oleh anggaran dari pemerintah pusat dan daerah. Coba lihat rumah sakit swasta, hanya mengandalkan pengelolaan keuangan rumah sakit, tapi kondisi pelayanan mereka tidak dikeluhkan oleh masyarakat,” tandas Iyon.