Example floating
Example floating
Daerah

Bapak dan Anak Jadi PPK, KPUD: yang Dilarang di PKPU Hanya Suami Isteri

×

Bapak dan Anak Jadi PPK, KPUD: yang Dilarang di PKPU Hanya Suami Isteri

Sebarkan artikel ini
Komisioner KPUD Kabupaten Gorontalo
Foto: Jajaran Komisioner KPUD Kabupaten Gorontalo, Rasyid Patamani (kiri), Rivon Umar (tengah) dan Kadir Mertosono (kanan) saat diwawancarai awak media,(foto Thoger/Kontras.id).

Kontras.id, (Gorontalo) – Terkait indikasi bapak dan anak menjadi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Gorontalo angkat bicara.

Menurut KPUD, yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) yang dilarang hanya suami istri bukan bapak dan anak atau yang memiliki hubungan kekeluargaan.

“Yang dilarang di PKPU itu hanya suami isteri, ikatan perkawinan. Saya misalnya KPU, isteri saya tidak bisa jadi PPK, PPS, KPPS entah apapun itu tidak bisa. Begitu juga saya di KPU isteri saya di wascam (Panwascam), itu juga tidak boleh. Itu diregulasi mengatakan seperti itu,” jelas Rasyid kepada Kontras.id belum lama ini.

Baca Juga: Rekrutmen PPK dan PPS Tuai Sorotan, KPU: Persoalan Kecil Jangan Dibesarkan-Besarkan

Ditanya apa alasan pelarangan suami isteri, Rasyid menegaskan bahwa dirinya kurang mengetahui larangan tersebut.

“Disitu saya kurang tau, di PKPU memang aturannya seperti itu,” ucap Rasyid.

Baca Juga: Diduga Digugurkan Saat Wawancara Perdana, 2 PPK di Gorontalo Kembali Diluluskan

Disinggung apakah aturan itu lahir karena kekhawatiran terjadinya intervensi suami terhadap istri? Rasyid mengatakan, yang tertuang dalam PKPU hanya seperti itu maka KPUD memahami bahwa yang dilarang hanya suami isteri bukan bapak dan anak.

“Karena aturannya seperti itu, maka kita memahami bahwa yang dilarang itu suami isteri. Karena yang dilarang hanya suami isteri, selain itu kira-kira ada hak yang sama,” tandas Rasyid.

Baca Juga: Rekrutmen PPS Dinilai Tidak Berdasarkan Hasil Seleksi Melainkan Penunjukan KPUD dan PPK

Dilansir dari tulisan Direktur Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Undar Jombang, Solikin Rusli dengan judul “Bolehkah, Bapak dan Anak Jadi Penyelenggara Pemilu” yang terbit 2018 silam di Faktualnews.co, Solikin menjelaskan, Pasal 36 ayat (1) huruf i PKPU Nomor 3 Tahun 2018, syarat menjadi anggota KPPS,PPS dan KPPS “tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara pemilu.” Lalu bagaimana jika sesama penyelenggara pemilu terdapat anak dan bapak dan/atau anak dan ibu.

Memahami istilah “ikatan perkawinan” jika menggunakan logika normatif maka semua orang akan memaknai suami dan isteri. Menafsir dan memahami undang-undang tidak hanya cukup hanya menggunakan tafsir autentik saja, namun masih terdapat 9 tafsir lainnya, diantaranya adalah tafsir historis, tafsir restriktif, tafsir ekstentif dan lain-lain, yang tidak mungkin kami jelaskan satu persatu di sini.

Baca Juga: Sebut KPUD dan PPK Tak Profesional Rekrut PPS, Rahim Jaka Terancam Diadukan ke APH

Jika memahami dengan tafsir restrektif dengan cara mempersempit arti dari norma sebuah undang-undang maka “ikatan perkawinan” akan dimaknai sebagai ikatan suami isteri saja. Itu artinya yang dilarang menjadi anggota PPK,PPS dan KPPS hanya suami isteri. Sehingga jika dalam PPK,PPS,KPPS terdapat anak dan bapak /ibu “dianggap” tidak melanggar undang-undang. kira-kira pemahaman inilah yang dipakai oleh hampir semua anggota KPU/KPUD, karena memaknai UU berdasarkan norma yang tekstual saja.

Namun jika menggunakan tafsir ekstentif maka dalam PPK, PPS, KPPS tidak boleh terdapat anak dan Bapak/ibu, Kenapa…? Karena PKPU tersebut menggunakan istilah “ikatan perkawinan” bukan ikatan “suami isteri”. Jika yang dimaksud adalah hanya suami isteri yang dilarang maka pasti PKPU akan menggunakan istilah “tidak dalam ikatan suami isteri”. artinya istilah “ikatan perkawinan” mempunyai makna yang lebih luas jika dibandingkan istilah “ikatan suami isteri”. Dengan tafsir ekstentif tersebut maka “anak-bapak/ibu” adalah bagian dari “ikatan perkawinan”.

Baca Juga: Hasil Seleksi PPS Dinilai Tak Profesional, Begini Penjelasan KPU Kabupaten Gorontalo

Dengan demikian seharusnya dalam PPK, PPS dan KPPS yang tidak diperbolehkan bukan hanya suami dan isteri akan tetapi juga anak dan bapak atau anak dan ibu tidak diperbolehkan karena PKPU menggunakan istilah “ikatan perkawinan” bukan “ikatan suami isteri”.

Berdasarkan Tafsir ekstentif maka Pendapat yang terakhir inilah yang benar (anak dan bapak atau anak dan ibu tidak boleh menjadi anggota dalam satu PPK,PPS dan KPPS). Untuk memahami persoalan ini memang perlu pemahaman yang holistik. Coba kita cermati pasal 2 PKPU Nomor 3 tahun 2018 terdapat asas-asas yang harus dimiliki oleh anggota PPK,PPS dan KPPS, yaitu: asas mandiri, adil proporsional, profesional, akuntabel dan asas-asas lainnya.

Baca Juga: Sebut Rekrutmen PPS Tak Profesional, Rahim Jaka: Integritas KPU dan PPK Sangat Diragukan

Sebagaimana kita ketahui asas adalah merupakan prinsip dasar yang menjadi acuan. Jika terdapat anak dan bapak/ibu dalam satu PPK, PPS dan KPPS maka kemandirian, keadilan, proporsional dan profesionalitas, sangat diragukan. Sebab terdapat ikatan bathin , keterikatan dan kohesi antara keduanya inilah penyebab utamanya. Jika hal tersebut terjadi maka tujuan demokrasi yang akuntabel menjadi tidak dapat dicapai. Selain itu juga ada asas keadilan. Apakah di sebuah kecamatan, sebuah desa tidak terdapat orang lain selain anak dan bapak/ibu tersebut. Ini tentu sangat merusak sistem dan mengabrasi kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu dan hasil pemilu itu sendiri nantinya.

“Inilah menurut saya pentingnya KPU memahami dengan baik dan benar kata-perkata serta kalimat perkalimat dalam membuat norma dalam sebuah peraturan. Memahami aturan tidak hanya membaca norma, tapi juga memahami maksud, konsep dan filosofi sebuah aturan,” tutup Solikin.

Penulis Thoger
Share :  
Example 120x600