Example floating
Example floating
Opini

Tradisi Ngejot dan Penjor Pada Perayaan Natal di Bali

×

Tradisi Ngejot dan Penjor Pada Perayaan Natal di Bali

Sebarkan artikel ini
Tradisi Umat Kristiani Bali
Foto : Pohon Natal bersandingan dengan Penjor, umat Katolik setalah melakukan misa di Gereja Santo Paulus, Kita Utara Bandung,(foto Tribun Bali, Rizal Fanany).

Oleh : Muna Dewi Nuria

Kontras.id, (Opini) – Indonesia merupakan negara dengan kekayaan budaya dan tradisi yang beraneka ragam. Salah satu momen yang kental dengan tradisi yaitu pada  perayaan keagamaan. Tradisi perayaan keagamaan di setiap daerah memiliki keunikan yang menjadi ciri khas, contohnya Bali. Memasuki bulan Desember ini Perayaan Natal tinggal menghitung hari, masyarakat kristiani Bali memiliki tradisi tersendiri dalam merayakan natal, yaitu tradisi Ngenjot dan Penjor. 

Sudah menjadi ciri khas dalam perayaan natal menjadikan pohon cemara sebagai ikon simboliknya, akan tetapi selain pohon cemara, umat Kristiani Bali menghiasi gereja dan rumah dengan penjor khas Bali. Penjor yaitu janur kuning yang dihias cantik, penjor sendiri merupakan simbol dari Naga Basuki yang memiliki makna kesejahteraan dan kemakmuran. Uniknya, hiasan penjor ini bukan berasal dari umat kristiani bali akan tetapi merupakaan simbol dalam acara keagamaan umat Hindu. Oleh karena itu perayaan natal di Bali identik dengan Hari Raya Galungan umat Hindu. Jadi pemeluk agama Kristen di Bali pun tidak asing dengan penjor dalam perayaan Natal.

 Umat Kristiani akan memasang Penjor di depan pekarangan rumah, kantor, ataupun tempat usaha. Tepatnya di sebelah kanan pintu masuk penjor melengkung panjang yang dihiasi dengan rangkaian janur dan mengarah ke jalan. Selain itu Penjor dilengkapi dengan dengan berbagai hasil bumi seperti kelapa, pisang, padi dan lainnya. Penjor menandakan bagi penghuninya yang sedang bersukacita merayakan hari besar.

Dikutip dari laman Balitripon, pada lontar Tutur Dewi Tapini juga telah disebutkan bahwa setiap unsur dalam penjor melambangkan simbol-simbol suci yaitu sebagai berikut.
Bambu yang di bungkus ambu/kain kasa, simbol kekuatan Dewa Maheswara. Kain putih kuning, simbol kekuatan Dewa Iswara Sampian, simbol kekuatan Dewa Parama Siwa
Janur, simbol kekuatan Dewa Mahadewa
Kue (jaja uli +gina), simbol kekuatan Dewa Brahma. Kelapa, simbol kekuatan Dewa Rudra
Pala bungkah, pala gantung, simbol kekuatan Dewa Wisnu. Tebu, sebagai simbol kekuatan Dewa Sambu. Plawa, simbol kekuatan Dewa Sangkara. Sanggah Cucuk, simbol kekuatan Dewa Siwa. Lamak, simbol Tribhuana
Banten Upakara sebagai simbol kekuatan Dewa Sadha Siwa. Klukuh berisi pisang, tape dan jaja, simbol kekuatan Dewa Boga. Ubag-abig, simbol Rare Angon. Hiasan cili, gegantungan, simbol widyadari. Tamiang, sebagai simbol penolak bala atau kejahatan.

Karena banyaknya penjor dipasang selama Natal, tidak heran kesan yang tertangkap tidak jauh beda dengan Hari Raya Galungan umat Hindu.

Adapun tradisi ngejot yaitu tradisi berbagi makanan di masyarakat Bali. Tradisi Ngejot adalah bentuk berbagi syukur dan bahagia jelang Natal. Disamping itu tradisi ini juga menjaga tali silaturahmi dengan tetangga dan juga kerabat. Saat Natal tiba, biasanya umat Kristiani memasak makanan khas Bali dan membagikan makanan tersebut ke tetangga terdekat baik itu umat hindu maupun beragam islam. 

Tradisi ngejot ini sudah menjadi budaya turun temurun saat perayaan keagamaan. sama seperti penjor, ngenjor sendiri sebenarnya identik oleh umat Hindu saat merayakan Galungan. Dalam menjalani tradisi ngejot ini, ada aneka makanan yang diantarkan. Tapi jenis dan jumlah makanannya bisa bervarian dan disesuaikan dengan hari besar yang dijalani. Tentu menu makanannya juga disesuaikan, sesuai dengan selera dan keagamaannya.

Dalam perayaan Natal sendiri Biasanya makanan yang diantarkan berupa lauk matang, kue dan aneka buah-buahan segar. Ngejot bagi umat Hindu biasa memilih aneka lauk seperti urap Bali, lawar, olahan daging babi dan lain sebagainya. Sementara bagi umat Muslim, makanan ngejot biasanya berupa opor ayam dan ketupat. Khusus sesama umat Kristiani menu yang diantarkan antara lain lauk babi kecap, telur dan sayur.

Dalam pelaksanaan tradisi ini umat Kristen sudah mempersiapkan sejak pagi hari dan langsung mengolah masakan. Biasanya saat makanan sudah matang di siang hari, hidangan ini bisa langsung diantarkan. Tradisi ngejot masih sangat kental dilakukan di desa-desa pedalaman Bali.

Sebenarnya tradisi  tidak hanya dilakukan dalam perayaan besar keagamaan. Biasanya Tradisi ngejot dilakukan jika seseorang baru mendapatkan pekerjaan atau mereka memiliki lauk cukup banyak. Antar-antaran makanan kepada keluarga dan tetangga ini sebagai ungkapan terima kasih. Tradisi ngejot bukan hanya untuk mengikat tali persaudaraan tetapi juga sebagai simbol kerukunan antar umat beragama. Mengingat bahwa mayoritas penduduk bali adalah penganut hindu akan tetapi toleransi  beragama di pulau Bali sangat kuat sehingga kerukunan beragama di Bali masih sangat terjaga.

Selain penjor dan ngejot umat kristiani memakai pakaian adat Bali, Perempuan menggunakan baju kebaya, sedangkan pria mengenakan baju safari dan ikat kepala berupa udeng.

Jadi, Perayaan keagamaan di Bali menyesuaikan dengan tradisi dan budaya yang berlangsung dan berlaku. Dari fenomena tradisi penjor dan ngejot mencerminkan tinggalnya kerukunan umat beragama, dan membuat sebuah ikatan kekeluargaan luar biasa karena tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan mengingat bahwa Bali terdiri dari berbagai agama.(***).

Redaksi : Setiap opini yang dimuat di laman Kontras.id merupakan tanggungjawab penulis, apabila ada komplain atau dipermasalahkan oleh pihak lain.

Share:  
Example 120x600